Idealnya rumah itu adalah
istana kita. Tempat dimana paling nyaman untuk tinggal, melepaskan rasa lelah
setelah seharian berada di kantor. Tentunya kriteria rumah yang nyaman ketika
kita merasa aman, rileks dan lebih suka tinggal berlama-lama di rumah maka
rumah kita bisa dikatakan istana kita. Yang membuat rumah kita terasa istana
tergantung dari mindset seseorang
terhadap rumah sebagai tempat tinggalnya. Beberapa orang berpendapat rumah
adalah istana apabila memiliki fasilitas yang lengkap seperti tempat tidur, kamar mandi, ruang makan,
dapur, ruang keluarga dan ruang fitness untuk berolah raga dan bahkan memiliki
taman juga kolam renang. Pasti setuju jika fasilitas tersebut bak istana yang
serba ada. Fasilitas-fasilitas tersebut dengan disain yang mewah dan serba
modern bak negeri dongeng walaupun faktanya sudah banyak dimiliki kaum konglomerat
atau yang berstatus high social.
Bagaimana dengan kaum
menengah kebawah? Tentunya standar rumah adalah istana, lebih rendah dari kaum
level atas. Kenyamanan rumah tidak hanya diukur dari kelengkapan fasilitas yang
dimiliki namun juga tergantung dari anggota keluarga di dalamnya. Keharmonisan
rumah tangga akan mempengaruhi kenyamanan rumah. Banyak keluarga kaya yang kembali ke rumah
merasa tidak nyaman karena bukan karena kondisi rumahnya namun karena hubungan
keeratan dari anggota keluarga di dalamnya.
Nah, kriteria rumah adalah
istana tergantung dari mindset/ pola pikir masing-masing orang.
Saya masih teringat ketika saya berkunjung ke rumah sahabat yang memiliki rumah
kecil namun tampak begitu bahagia. Mereka keluarga kecil dengan satu orang
putra berumur 5 tahun. Ruang tamu, Kamar tidur dan dapur hanya diberi sekat
dari bahan triplek. Kamar mandi untungnya di dalam jadi dapat digunakan untuk
keluarga tersebut. Walau kecil, barang-barang di rumahnya tersusun rapi karena
memang tidak banyak barang yang mereka punya. Saya lihat satu dus berukuran
sedang berisi mainan untuk putranya ditaruh dibawah meja tamu. Yang menjadi ke
kaguman saya mereka selalu tampak tersenyum ketika bertemu dengan kami,
terlebih ketika kami bertamu. Teh manis dan kudapan tradisional seperti ubi
rebus sudah tersedia diatas meja. Kami berbincang-bincang dan sesekali tertawa
mendengar obrolannya yang selalu segar. Seolah tidak ada rasa kesedihan di raut
wajah mereka.
Mereka juga bercerita tentang
rumah kecilnya, ketika keluarga dari kampung datang dan menginap. Untuk tidur
mereka menyisihkan kursi dan meja tamu di luar, ruang tamu kecil disulap
menjadi kamar tidur dengan tikar dengan selimut diatasnya.
Bagaimana dengan rumah saya,
cukup besar bagi saya dan putra saya. Rumah dengan dua lantai, dengan
barang-barang belum tertata rapi. Dari semenjak pindah dari rumah lama, barang-barang
belum sempat di bongkar semua. Saya pengoleksi buku dan putra saya pengoleksi
barang-barang otomotif. Karena kami berdua bergiat di luar rumah setiap hari,
maka waktu weekend adalah hari untuk
menikmati tinggal di rumah lebih lama. Kadang-kadang kami mengundang seseorang
untuk bersih-bersih agar kami bisa menikmati hari libur, mendengarkan musik, menonton
drama China, menyelesaikan ketikan yang harus diselesaikan. Bagaimanapun
kondisinya rumah saya, saya lebih nyaman menikmati rumah saya bersama putra
terncinta saya, karena rumah adalah tempat tinggal ternyaman bagi saya dan
putra saya.
No comments:
Post a Comment