Saturday, December 26, 2020

BUBUR SUMSUM UNTUK SUAMI

 

BUBUR SUMSUM UNTUK SUAMI



Alarm berbunyi berbarengan suamiku terbatuk-batuk. Aku matikan alarm pengingat untuk bangun dan aku lihat jam menunjukkan pukul 04.30.

"Mah, aku lapar."  kata suamiku lirih hampir tak terdengar.

Sudah dua hari suamiku kembali dari rumah sakit setelah menjalani perawatan selama dua minggu. Badannya kurus dan lemah, matanya cekung, wajahnya masih sedikit pucat. Nafsu makannya belum kembali seperti sedia kala. Kesukaannya makan bubur sumsum membuatku harus bisa memasakkan untuk dia.

Jujur aku paling tidak suka masak tapi aku suka mencicipi makanan. Keahlianku untuk merasakan patut diandalkan. Sayangnya tidak ada stasiun televisi yang mengundangku untuk menjadi juri memasak atau menjadikanku reporter keliling dari daerah ke daerah untuk mencicipi makanan khas nusantara."Ha.. ha.. ha.. hanya mimpi@com."

Segera aku bangun dan ambil wudlu untuk sholat. Selesai sholat kubuka HP dan aku browshing video memasak bubur sumsum yang sudah aku download. Alhamdulillah, aku perhatikan cara memasak di video sekitar 5 menit, ingatanku lumayan cepat untuk mengingatnya karena langkah-langkah memasak cukup mudah dan memang memasak bubur sumsum bukanlah hal yang sulit.

Aku ambil bahan-bahan yang sudah aku beli kemaren namun belum aku masak. Sesuai petunjuk di youtube aku siapkan 700 ml air , 100 gram tepung beras, 2 kotak santan kecil berukuran @ 65 ml dan 2 sendok teh garam. Untuk mengukur air aku hanya gunakan gelas mineral dan aku kira-kira, maklum memang baru kali ini aku memasak bubur sumsum dan tidak memiliki ukuran khusus seperti chef-chef handal di TV. Demikian juga untuk mengukur 100 gram tepung beras aku cukup membagi 5 dari 1 plastik tepung beras 500 gram.

Sesuai petunjuk di youtube seharusnya ditambahkan daun pandan, tapi karena agak sulit mencarinya terpaksa aku tidak menggunakan pandan. Sebagai pelengkapnya air gula merah yang dicampur sedikit tepung maizena dan dimasak agar sedikit mengental. Aku tidak membuat gula merah cair itu karena suamiku tidak diperbolehkan makan yang manis-manis.

Saatnya memasak. Aku tuangkan 100 gram tepung beras ke dalam panci kecil kemudian aku tambahkan 700 ml air mineral, 2 kotak santan kecil berukuran @ 65 ml dan 2 sendok teh garam.

Aku taruh panci diatas kompor dan aku panaskan dengan api kecil sambil aku aduk-aduk seluruh bahan yang sudah aku masukkan. Setelah terlihat bergolak, api aku matikan. Aku ambil satu sendok kecil bubur yang masih panas, rasanya sudah pas di lidahku. Mudah-mudahan suamiku menyukainya.

Mangkuk kecil dengan sedikit bubur sumsum tanpa gula aku bawa ke kamar dan aku bangunkan suamiku yang sudah jatuh tertidur lagi ketika menungguku memasak bubur.

Dengan mata yang yang masih berat suamiku mencicipi bubur sumsum yang masih hangat. Alhamdulillah 4 suapan sendok besar bisa masuk ke perut suami.

“Sudah Mah, nanti aku makan lagi ya.” Rajuk suamiku yang memang susah makan. Aku mengangguk dan tidak bisa memaksanya untuk menghabiskan bubur di mangkuk kecil itu. Aku berikan setengah gelas susu yang hampir dingin untuk diminum. Lumayan susu bisa dia minum untuk menambahkan tenaga ditubuhnya.

Perutku sudah mulai bernyanyi dan aku lihat jam sudah pukul 7. Aku membuat teh panas aroma melati dan mengambil sedikit bubur sumsum untuk sarapanku. Aku menuju beranda di lantai dua dan duduk sambil menikmati bubur sumsum ala chef rumahan.

Segelas teh hangat menambah energi di tubuhku. Aku berdiri dan aku lihat pemandangan di kejauhan. Pepohonan hijau bergoyang-goyang menari-nari seirama dengan hembusan angin. Seakan-akan tidak ada persoalan sedikitpun yang mereka hadapi. Mungkin aku harus belajar dari pohon-pohon itu untuk menerima keadaan, menikmati irama kehidupan dari Sang Pencipta.

Jonggol, 27 Desember 2020.

Thursday, December 24, 2020

Bubur ayam untuk Om Jay


Bubur ayam untuk Om Jay

Sumber Foto: Kompasiana

Bubur ayam adalah makanan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Racikannya sedikit berbeda-beda tergantung daerah masing-masing dan permintaan para pelanggannya.

Di Jakarta maupun didaerah pinggiran Jakarta bubur ayam merupakan menu yang dapat ditemukan di pagi hari, siang dan malam hari, termasuk di Bekasi tempat Om Jay tinggal.

Bubur ayam banyak di gemari tua dan muda juga anak-anak karena teksturenya yang lembut dan gurih, mudah untuk ditelan. Bagi orang sehat dan tidak memiliki sakit asam urat bisa menambahkan sate jeroan ati dan rempela juga telor puyuh. Untuk menambah cita rasa bubur ayam perlu ditambahkan topping sesuai selera seperti ayam disuwir-suwir (ayam goreng diiris kecil-kecil), cakwe dipoton-potong kecil, kacang goreng, tumis jamur, kuah kuning untuk bubur ayam, minyak cabai, sambal, kecap manis dan kerupuk. Wah lengkap deh.

Bagi orang sakit biasanya lebih suka memakan bubur putihnya saja dengan kuah kuning dan kerupuk. Ini tergantung siapa yang sakit.

Jika ingin membuat bubur ayam sendiri, berikut ini salah satu resep sebagai pilihan:

Bahan

500 gram daging ayam, rebus dengan 2 liter air.

250 gram beras, cuci bersih.

2 lembar daun salam

garam 

Kuah

1 liter kaldu ayam, 

3 lembar daun salam 

1 batang serai , 

1 ruas lengkuas

Bumbu Halus:

2 siung bawang putih

2 butir bawang merah

1 sendok teh ketumbar

2 butir kemiri

1 ruas kunyit

garam

Pelengkap sederhana dapat menjadi pilihan: 

Emping, kerupuk, kacang, bawah merah goreng, daun seledri dan kecap.

Cara membuat:

1.     Rebus beras dengan air kaldu dan daun salam,

Beri garam, aduk-aduk terus sampai pecah dan menjadi bubur.

2.      Tumis bumbu halus,

Masukkan air kaldu dan ayam,

Rebus sampai air kaldu menyusut setengahnya.

Ambil ayam, goreng sampai kering dan suwir-suwir.

3.      Taruh bubur dalam mangkok, beri pelengkap

Siram dengah kuahnya.

Bubuhkan kecap manis sesuai selera.

Nah resep diatas dapat menjadi pilihan karena cukup sederhana membuatnya. Resep ini pernah dimuat di: https://www.bango.co.id/resep/detail

dan https://www.masakapaharini.com/resep/resep-bubur-ayam-kuning/

Untuk Om Jay yang doyan makan (hahaha) disesuaikan dengan selera Om Jay. Bubur ayam lebih nikmat jika dimakan saat bubur masih hangat apalagi cuaca dingin seperti di Puncak atau pas saat hujan.

Selamat mencoba dan Have a great weekend!

 Ditulis di Rumah Sakit Harapan Mulya Cibarusah

Nani, 25 Desember 2020.

 


KENANGAN SEPULUH TAHUN YANG LALU.


KENANGAN SEPULUH TAHUN YANG LALU.

Peristiwa itu sudah terjadi sepuluh tahun yang lalu, tapi serasa baru kemaren. Sebenarnya Runi tidak ingin mengingat-ingat peristiwa itu, karena membuat hatinya terluka. Putra pertamanya harus meninggalkannya karena harus menghadap Sang Pencipta yang memiliki segalanya. Tidak pernah terpikirkan akan secepat itu kejadiannya. Yang selalu terlintas dibenak Runi adalah senyumannya, lesung pipit di pipi kanan dan gigi gingsulnya. Rambut ikal, bulu mata lentik, alis tebal dan badan atletis. Memiliki segudang talenta mulai dari berolah raga, lari, basket, jumpalitan, seperti atlit loncat indah. Menyukai musik dan menyanyi. Gitar dan organ sering dia mainkan. Terkadang Runibernyanyi lagu-lagu dari Group Band Kotak dan putra gantengnya itu memainkan organ. Airmata Runi tiba-tiba mengalir membasahi pipinya. Ingin rasanya Runi mengingat moment-moment bahagia itu dan tak ingin mengingat kejadian buruk yang dia alami tentang putranya.

Runi menyeka air matanya dan berjalan menuju beranda di lantai dua. Dia lihat lalu lalang orang mengendarai sepeda motor dengan barang-barang tergantung dikanan kiri boncengan motornya. Tiba-tiba matanya tertuju ke sekelompok ibu-ibu yang sedang membawa buku di tangan kirinya sambil berbincang-bincang begitu asiknya tanpa menghiraukan kanan kirinya. Tiba-tiba mobil berwarna hitam keluar dari cluster perumahan secara tiba-tiba dan hampir menabrak ibu-ibu itu. Untung driver mobil cukup lihai untuk menginjakkan rem sehingga ibu-ibu itu tidak tertabrak, hanya kaget dan bukunya berjatuhan. Runi berlari kecil menuruni tangga untuk melihat kejadiannya lebih dekat sambil membawa beberapa botol air mineral. Ketika sampai ditempat kejadian itu, Runi berteriak, bu Tuti, bu Adi,..dirimu!” Sontak keduanya menegok ke Runi seraya berseru hampir berbarengan,.bu Runi!”, tinggal di daerah sini?” Runi mengangguk dan memberikan air mineral ke ibu-ibu yang dia kenal juga dua ibu lainnya. Ibu-ibu itu segera membuka botol air mineral dan mengucap lirih,”Bismillah..” dan meneguk air itu setengah botol. Mereka nampak sedikit lega.

 “Ini mau kemana ibu-ibu cantik?” tanya Runi lagi. “Kita mau ke tempat Cluster diujung sana.“ Ibu Tuti menunjuk dan melanjutkan penjelasannya, “ Ini kita mau kasihkan buku-buku kuliah yang pernah kita pakai ke rumah PERPUSTAKAAN PRIBADI agar dapat dibaca orang lain yang membutuhkannya. Runi kagum kepada temen-temennya yang memiliki jiwa sosial terhadap orang lain dan mau memintarkan orang lain bahkan yang tidak mereka kenal sekalipun.

“Yuk mampir ke rumahku.” Ajak Runi lagi. Mereka serempak menggelengkan kepala dan temen Runi yang bernama Tuti berujar, ”Lain waktu ya bu Runi, kita agak terburu-buru nich karena mau ada acara lagi. Itu rumah bu Rani kan!” jari telunjuk bu Tuti mengarahkan ke Rumah bercat biru. “Bukan yang bercat biru bu Tuti, tapi yang bercat abu-abu.” jelas Runi lagi. “Ooo,..maaf, saya super yakin ya,“ sambil tersenyum. Ibu-ibu itu sudah lupa dengan kejadian yang baru saja menimpanya dan bahkan mobil hitam itu sudah hilang dari pandangan mereka. “Bu Runi kami jalan dulu ya, terima kasih air minumnya.” Bu Adi berkata sambil tersenyum.

Kelompok ibu-ibu meninggalkan Runi sendirian sambil melambaikan tangan. Runi tertegun sejenak sambil melihat ibu-ibu menghilang dari pandangannya dan kembali ke rumah menaiki tangga kedua dimana dia banyak beraktivitas.Pikirannya mulai menerawang ketika masa-masa kuliah S2 di Campus, di Jalan Batu dekat Stasiun Gambir. Dia mengambil jurusan Management Sumber Daya Manusia (MSDM). Sebenarnya S2 yang dia pelajari tidak sejalur dengan S1 yang dia ambil. Walau sebenarnya masih agak berkaitan dengan S1 nya. S1 Pendidikan Bahasa Inggris yang dia pelajari lima tahun sebelum dia meneruskan S2 nya di Universitas Islam di daerah Pondok Gede. Runi mendapatkan biaya S1 dari kantornya. Dia sendiri sebenarnya tidak mengajukan untuk meneruskan S1 karena dia pikir masih tergolong baru di kantor tempat dia bekerja. Bosnya memang menyukai pendidikan. Setiap karyawannya harus memiliki titel minimal S1. Dan ketika Runi hanya memiliki D3 Bahasa Inggris maka bos Runi memerintahkan bagian personel untuk membertahukannya kalau dia harus melanjutkan S1 Bahasa Inggris.

Runi teramat bersyukur mendapat kesempatan itu, padahal dia baru saja pulang dari Australia untuk mengikuti kursus dasar Bahasa Inggris atau disebut Methodology English Language Teaching (MELT). Sebenarnya dia merasa tidak enak dengan teman-teman sekantornya. Karena dia yakin tidak semua akan senang dengan keberhasilannya. Dengan niat baik dan Bismillah,. semua dapat terlewati dan selesai S1 tepat waktu.

Karena kiprahnya di dunia pendidikan terutama mengajarkan personel-personel di kantornya bahasa Inggris, maka bosnya merekomendasikan agar Runi melanjutkan S2. Kali ini Runi bebas menentukan jurusan yang dia sukai. Dan akhirmya dia memilih S2 MSDM. Berangkat bersama-sama senior-senior di institusi berbeda namun masih satu gedung. Senior-senior Runi semuanya pria. Tapi mereka baik-baik. berangkat bersama-sama satu mobil dan pulang bersama-sama satu mobil juga. Namun titik poin mereka berangkat dan pulang masih di lokasi gedung kantornya. Untuk sampai dirumah, Runi masih dapat tumpangan salah satu seniornya yang tinggal di daerah Cilengsi. Biasanya dia turun di dekat pertokoan yang cukup terang dan bukan tempat yang sepi.

Runi sudah teramat bersyukur dapat tumpangan walau tidak sampai rumah. Untuk menuju rumah dia hanya sekali naik angkot kurang lebih 30 menit. Dan biasanya agak lama menunggu angkot tersebut karena sudah larut dan angkot mulai jarang-jarang ada. Dan umumnya masih banyak penumpangnya yang menunggu dan berebut naik. Itu biasanya jika naik dari bawah jembatan Cilengsi. Namun Runi dapat tumpangan melewati jembatan itu. Dia selalu berdoa sepanjang jalan dan dimanapun agar perjalanannya tidak menemui kendala sampai di rumah. Sempat terlintas dipikirannya, untuk apa dia harus meneruskan S2 nya, padahal S1 saja cukup. Namun kesempatan S2 itu ditawarkan kepadanya cuma-cuma walau dia harus merogoh sakunya untuk biaya transportasi dan membeli buku-buku. Namun rejeki itu selalu ada. Runi sangat yakin bahwa banyak manfaat yang dia dapat jika dia dapat menyelesaikan S2 nya. Untuk mencapai kehidupan yang lebih baik memang diperlukan pengorbanan seperti saat itu dia harus pulang larut dan terkadang hujan deras.

Untuk mencapai perumahannya dia harus naik ojek. Namun karena anak pertamanya itu yang selalu siap siaga maka Runi merasa aman sampai di rumah. Tapi terkadang dia merasa was-was dan berdoa semoga putranya dilindingungi oleh Tuhan sehingga dapat menjemputnya.

Dengan mengenakan jaket dan topi yang selalu dikenakan putranya, sangat mudah bagi Runi mengenali putranya walau ditengah kerumunan.Terkadang putranya mengenakan kaos oblong dan celana pendek dengan bau kecut khas karena selesai olah raga sudah menantinya di pertigaan. Runi kadang meledek, “Mas harum baunya, tapi mamah harus menutupi hidung mamah.” Putranya hanya nyengir sambil terus melaju menuju rumah.

“Ah..mengapa kenangan itu datang lagi.” Desahnya. Senyum itu sering melintas dikepalanya. Runi menghela napas seraya membaca Alfatehah untuk putranya yang akhir-akhir ini menghapirinya. Dia melihat diluar sudah mulai gelap. Dia tidak sadar jika dia sudah berdiri hampir satu jam memperhatikan jalanan namun pikirannya menerawang ditempat lain dimana momen-momen bahagia yang dia alami dengan putra pertamanya.

Secangkir kopi hitam tanpa gula dan teh manis siap untuk diminum, juga sepiring tempe dan tahu goreng sebagai pelengkap kebersamaan di sore hari. Runi dan keluarga kecilnya selalu menggunakan waktunya untuk berbincang-bincang ringan tentang topik apa saja. Memang kadang-kadang ada perdebatan tatkala topik yang dibahas tidak sejalan dengan pikirannya masing-masing. Putra keduanya yang kini menjadi putra tunggalnya juga ikut nimbrung dengan secangkir coklat panas. Tidak terasa putra keduanya sudah besar sangat mirip dengan abangnya yang telah meninggal. Putra keduanya sedang kuliah di Perguruan Tinggi di Jakarta dan mengambil Bahasa Inggris seperti dirinya. Saat ini putra keduanya sudah semester enam. Sebentar lagi akan disibukkan dengan pembuatan skripsinya. Dan pasti akan meminta mamahnya untuk membantu mencarikan judul, membuat draft proposalnya. Putra keduanya ini lebih manja tapi masih bertanggung jawab.

Teh tinggal sekali hirup dan segera menguap dari cangkir bermotif bunga-bunga kecil. Runi tidak banyak memakan gorengan karena dia ingin hidup sehat. Sedangkan suaminya masih menikmati berita-berita yang ada di TV yang kadang membuatnya kesal karena berita itu ditayangkan berulang-ulang. Memang tayangan di TV kalau tidak berita tentang korban Covid pasti sinetron yang pernah tayang. Demikian juga putranya lebih suka melihat hiburan melalui YouTube atau menikmati lagu-lagu Barat kesukaannya.

Jam di dinding kamarnya menunjukkan pukul 21.00. “Wah waktu cepat sekali ya,” gumamnya. Putranya ikutan melihat jam yang bertengger di dinding sembari mengernyitkan dahinya tidak percaya. Kemudian dia mengecek jam yang ada di Hp nya dan dia dapati jam di dinding berjalan lebih cepat satu jam. “Mah yang benar masih jam 20.00.” Jam dinding itu kecepatan satu jam.” Jelas putranya. Suaminya ikut melihat jam dinding itu seraya menimpali perkataan putranya. “Jam dinding itu sepertinya perlu di ganti dengan yang baru. Papah baru ganti baterainya, malah kecepatan. Klo baterai hampir habis, jalannya lambat atau mati.”

Jam itu memang sudah lama dimiliki keluarga Runi, hadiah dari kantornya ketika Runi menang lomba cerdas cermat antar bagian yang biasanya diadakan ketika bulan Ramadhan. “Mah, Pah,.aku ke kamarku dulu ya, ada PR dari kampus, besok harus dikirim.”  pamit putranya sembari meninggalkan Runi dan suaminya. “Mas jangan tidur malam-malam ya. Besok mamah diantar ke bus kantor” Celetuk Runi. “Siap mah.” Jawab putranya sambil menutup pintu kamar.

Dalam hati, Runi berdoa semoga putra satu-satunya akan menjadi pria baik yang bertanggung jawab dan selalu mendapatkan keberuntungan. Kemudian Runi membawa cangkir-cangkir kotor untuk di cuci dan memasak nasi untuk sarapan esok pagi. Sengaja dia kerjakan di malam hari agar pagi tidak terburu-buru. Runi lebih suka memasak nasi dengan menggunakan dandang diatas kompor daripada menggunakan rice cooker. Memang jaman sudah modern, namun kebiasaan memasak nasi seperti itu tidak ingin dia tinggalkan. Karena selain lebih cepat, rasa hasil masakan dengan menggunakan dandang dan kompor lebih punel (enak).

Setelah selesai dengan aktivitas di dapur, Runi menyiapkan tas kerjanya dengan beberapa buku untuk mengajar daring. Kemudian melanjutkan beberapa ketikan materi yang akan diajarkan setelah apel pagi. Jari-jemarinya begitu lincah mengetik diatas key board laptopnya yang setiap malam menemaninya. Tiba-tiba dia berhenti sesaat,.. teringat dia belum menyelesaikan proposal S3 nya. Dan dua hari lagi akan dibaca Co-promotornya. Ah,..tinggal sedikit,” gumamnya. Dia berusaha menyelesaikan materi untuk murid-muridnya. Kemudian dia beranjak untuk segera wudhu untuk sholat Isha, takut keburu ngantuk sebelum memulai mengetik proposal disertasinya.

Doa-doa dipanjatkan setelah selesai sholat. Doa untuk kedua orang tuanya, kedua putranya yang telah meninggalkannya dan yang masih menemaninya. Doa untuk suami agar tetap sehat dan dapat mendampinginya. Suami Runi sudah tidak bekerja lagi karena memang sudah pensiun secara paksa dari perhotelan di Jakarta. Tepatnya di PHK, dan diberi sedikit pesangon yang tidak akan cukup untuk membuka bisnis. PHK besar-besaran bagi seluruh karyawan dan manajernya karena kepemilikannya diambil oleh swasta. Runi masih bersyukur karena suaminya tidak depresi seperti teman-temannya. Yang terpenting bagi Runi, suaminya sehat saat ini. Dan suaminya masih ada kegiatan bisnis walau di rumah dengan hasil tidak banyak namun masih cukup untuk membantu kebutuhan sehari-hari.

Di doa terakhirnya Runi memohon agar dia dan keluarganya diberikan kesehatan dan dijauhkan dari segala mara bahaya dan keburukan. Rangkaian-rangkaian doa dia panjatkan dengan khidmat. Kembali bayangan putra pertamanya melintas di benaknya,..senyumannya... “Permata hatiku,.semoga engkau tenang disisi Sang Pencipta. Bantu mamah ya untuk menyelesaikan disertasi mamah.” gumam Runi seolah-olah putranya mendengarkannya.

Runi segera beranjak dari tempatnya berdoa dan segera menuju laptopnya. Dia tidak ingin teralu larut untuk meneruskan revisi proposalnya. Musik relax terapi dari Leo Rojas mengiringi Runi mengerjakan revisi proposalnya. “Alhamdulillah,”gumamnya seraya beranjak dari tempat duduknya dan mulai menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, membungkuk dan berdiri beberapa kali untuk menghilangkan rasa capeknya. Matanya melirik jam di Hp nya sudah menunjukkan pukul 23.30, matanya mulai berat dan semakin berat. Dia simpan seluruh filenya dan mematikan laptopnya, menuju ketempat tidurnya untuk merilexkan persendian-persendian tubuhnya dan terutama kepalanya yang mulai memanas. Dengan senyum lega dan berdoa sebelum tidur, akhirnya Runi benar-benar  terlelap tidur.

Alarm berdering sayup-sayup dari kamar putra keduanya. Runi masih enggan untuk bangun. Dia melirik jam di Hpnya menujukkan pukul 04.00. “Oh,.alarmku belum aku setting semalam.” desisnya. Matanya masih lengket,..dengan memicingkan mata kirinya dia berusaha menyetel alarmnya menjadi jam 04.30 agar dia bisa melanjutkan tidurnya, melanjutkan mimpinya bersama putra pertamanya. Ketika hendak tidur lagi suaminya membangunkannya,”Maah..maah.. bangun,.nanti terlambat kerja dan sebentar lagi sholat subuh.” Benar juga pikir Runi, sambil bangun pelan-pelan berjalan menuju kamar mandi.

Serasa segar tubuhnya, selesai mandi. Selesai sholat Subuh berjamaan dengan suami dan anaknya, Runi mengenakan baju seragamnya dan berangkat kerja. Bus kantor sudah menunggu di ujung jalan, lumayan jauh. Agar tidak terlambat Runi diantar putranya.

Bus melaju perlahan dan semakin kencang,. lagu-lagu group bank kotak terdengar lagi, Runi berusaha tidak mengingat-ingat kenangangan 10 tahun itu tapi dia tak kuasa menghindarinya. Bus terus melaju, dan Runi tertidur lagi. Runi sudah terbiasa naik bus kantor dan dalam perjalanan satu jam kekantornya membuat Runi lebih mudah tidur dibandingkan di rumah. Runi tiba-tiba terbangun karena penumpang yang terjaga tiba-tiba berteriak karena bus hampir menabrak motor ibu-ibu yang ngerem mendadak. Ketika Runi menengok kearah jendela, bus kantornya berhenti di depan areal pemakaman putranya. Runi menyapa, “Mas,.mamah lewat ya, hari Minggu mamah akan berziarah y.” begitu gumamnya. Runi berusaha untuk tidak menangis namun matanya tetap berkaca-kaca. Hanya dapat mengirimkan Alfatehah untuk putra pertamanya. Kenangan sepuluh tahun lalu masih tetap berbekas dibenaknya. Dan tak mungkin hilang. Bus melaju semakin cepat meninggalkan areal pemakaman, meninggalkan permata hatinya yang tidur tenang disana.

PROJECT NUBAR OMERA



  

 

 

 

 

 

 


GORESAN HATI UNTUK AYAH

 GORESAN HATI UNTUK AYAH

Ayah, kutuliskan kata untuk merangkai kalimat bernada kerinduan padamu. Putramu teramat sepi ketika harus menjalani hari-hari sendiri tanda canda dan gurauan ayah. Jarang lagi kita bertengkar tentang masalah-masalah kecil. Jarang lagi kita berdiskusi tentang bisnis yang di sukai ayah. Harapan-harapan ayah agar aku menjadi seorang Polisi seperti kakek sementara bunda menginginkanku melanjutkan belajar S2 di luar negeri. Tidak jarang ayah memintaku untuk mengikuti beberapa training tapi aku masih enggan melaksanakannya. Aku masih masih ingin menyelesaikan kuliahku kemudian memikirkan pekerjaan.

Di depanku sekarang seorang ayah yang tak berdaya, berbaring dengan jarum infus ditangan. Kabel oksigen yang terpasang di hidung ayah. Diabets yang naik turun membuatku lebih ekstra menjaga ayah dengan asupan makan. Obat-obatan dengan berbagai warna dan ukuran yang harus ayah konsumsi tiap hari.

Jantungku serasa berhenti berdetak takala melihat ayah menggigil kedinginan karena demam dan keringat bercucuran disekujur tubuh ayah. Bunyi gemeletuk gigi ayah menahan irama tubuh ayah yang perlahan-lahan mengeluarkan aliran panas. Aku dekap badan ayah untuk menghibur dan menenangkan. Aku gosok-gosok kaki, tangan dan dada ayah agar menjadi hangat.

Aku menjadi tenang tatkala suster menghampiri dan membawakan botol kecil berisi cairan paracetamol untuk menurunkan suhu ayah. Paracetamol itu menggantikan tetes-tetes infus yang berisi makanan. Aku harus terus mengawasi agar botol paracetamol tidak benar-benar kosong dan dapat segera diganti dengan cairan penambah tenaga ayah.

Ayah tahukan jika aku sempat panik ketika tubuh ayah menjadi sedingin es dan ayah tak sadarkan diri. Aku menggoyang-goyang tubuh ayah untuk membuat mata ayah terbuka. Aku berlari menghampiri suster untuk segera menolong ayah. Suster segera mengecek kadar gula ayah yang benar-benar drop dan membuat kesadaran ayah hilang sesaat. Botol infus diganti botol cairan yang berisi glukosa. Suhu badan ayah sedikit demi sedikit menghangat. Alhamdulillah Tuhan masih menyelamatkan ayah.

Aku melihat ayah mulai membuka mata dan memandangku. Tidak berapa lama aku mendapat video call dari bunda yang ingin mengetahui kondisi ayah. Wajah bunda tampak panik namun aku berusaha menenangkannya dan mengatakan jika ayah baik-baik saja. Aku lihatkan wajah ayah ke bunda dan bunda berusaha tabah dan memberiku semangat.

“Sabar ya Mas. Bunda mungkin agak terlambat sampai ke Rumah Sakit. Lihat kendaraan di depan bunda penuh dan tidak bergerak. Bunda sudah belikan kasur lipat kecil untuk tidur kita dibawah disamping ayah agar tidak masuk angin.” Kalimat-kalimat bunda terus mengalir seakan-akan tidak mau berhenti.

“Bunda, OK, nanti bunda pulang ke rumah bawa keperluan untuk bunda menginap di rumah sakit.” Kataku untuk membuat suasana hati bunda lebih tenang.

Aku melihat ayah lagi dengan tatapan mata kosongnya dan aku berusaha menyadarkan ayah. “Minum susunya yuk Yah. Biar badan ayah bertenaga.” Pintaku kepada ayah dengan memohon.

Ayah hanya bisa mengangguk tanda setuju untuk meminum susu diabetasol yang lumayan mahal harganya. Seperempat gelas susu berhasil ayah habiskan. Jumlah itu masih terlalu sedikit untuk asupan tubuhnya. Aku membujukknya lagi untuk menyeruput seteguk lagi.

Mata ayah sedikit berbinar-binar melihat kedatangan bunda. Aku tahu ayah sangat mencintai bunda. Demikian juga bunda yang berhati lembut walau kesan pertama agak garang, sangat baik kepada ayah dan aku.

Dua bulan terakhir di tahun 2020 ini benar-benar ujian bagiku. Rasanya aku tidak percaya dengan kondisi ayahku yang tiba-tiba drop. Masih segar dalam ingatanku ketika aku masih kecil bersama ayah.

Kala itu ayah mengajarkanku bersepeda dan aku terjatuh berkali-kali namun ayah selalu menyemangatiku hingga akhirnya sepedaku laju meninggalkan ayah. Kemudian aku berhenti dan aku menengok ke belakang, ayah melambaikan tangan memintaku kembali. Aku tertegun sejenak karena aku masih memikirkan cara bagaimana mengayuh agar aku tak terjatuh. Kuberanikan diri untuk segera menaiki sepeda dan segera melaju kearah ayah dan aku berhasil.

Senyum ayah mengembang sambil bertepuk kegirangan melihat putranya kembali. Ayah memelukku dan mengusap rambutku. Aku semakin bersemangat untuk berlatih dan akhirnya dengan berjalannya waktu aku dapat mengendarai sepeda kecilku ke sekolah dan ayah masih mendampingiku dengan sepedah kunonya.

Umurku semakin bertambah dan aku duduk dikelas dua SMP. Aku melihat teman-temanku mulai belajar bersepeda motor. Ayah tahu apa yang aku inginkan. Ayah belikan aku sepeda motor second untuk belajar. Besar motor dan tubuhku tidak seimbang. Motor yang ayah belikan lebih tinggi dari ukuran tubuhku. Ayah memberiku jalan bagaimana menyiasati untuk menakhlukkan sepeda motor itu dengan membisikkan kata mujarab,”Berfikir dan cari akal yang mudah untuk menakhlukkan Si Merah.”

Aku mengangguk dan berfikir. Ayah menyebut motor itu Si Merah dan semenjak itu aku menyebutnya Si Merah juga. Ayah melihatku lagi dan bertanya,”Sudah dapat ide?” Aku terkejut dan langsung mengiyakan.

“Coba ayah mau lihat.” Kata ayah lagi.

Aku hidupkan mesin motor, ketika aku siap untuk menjalankan Si Merah aku topang kaki sebelah kiriku. Gas aku tekan pelan-pelan dan dalam waktu bersamaan aku segera meloncat ke atas jok (tempat duduk pengendara motor) dan berhasil membawa motor laju berkeliling lapangan berumput. Setelah beberapa kali putaran aku menghampiri ayah dan gas aku kurangi dan siap untuk berhenti di dekat ayah. Rem aku injak dan Si Merah berhenti dan aku loncat dari jok. Dengan cekatan ayah memegang Si Merah yang hampir oleng.

“Bagus. Anak ayah sudah bisa menakhlukkan Si Merah. Harus tetap latihan. Tapi tidak boleh latihan sendiri. Harus dengan ayah.” Begitu penjelasan ayah panjang lebar. Aku lihat wajah ayah yang tampan dan berkumis serta mata tajamnya melihatku. Aku langsung mengambil sikap dan berkata,”Siap Ayah!”

Ayah mengajakku pulang sambil mengendarai motor dan aku duduk dibelakang ayah. Ayah tidak mengijinkanku membawa motor karena melihatku berkeringat dan tampak kelelahan. Angin semilir menerpa tubuhku dan aku merasa sedikit ngantuk di bonceng ayah. Sebelum aku jatuh tertidur ayah menghentikan Si Merah disebuah kedai makanan dan minuman.

“Yuk kita makan dan minum dulu.” Ajak ayah sambil melihat mataku yang lima watt.

Ayah memarkirkan motor di bawah pohon dan aku segera masuk ke kedai mencari tempat duduk yang masih kosong. Ayah menghampiriku dan berkata,”Mas Aci, cepet pesan makan di bu Marni.” Aku memesan nasi ayam goreng kesukaanku dan sedikit sayur bayam tanpa sambal juga es teh sebagai pengobat rasa dahagaku. Aku melihat ayah memesan nasi campur dengan kombinasi orek tempe, oseng kangkung dan ikan Cuek dengan sedikit sambal. Ayah juga memesan kopi pahit dan air mineral gelas. Kami makan dengan lahap.

Udara cukup panas namun karena tegukan es teh dan hembusan angin membuatku merasa segar. Aku melihat ayah berkeringat karena memakan sambal dan meminum kopi pahit panas. Wajahnya tampak lebih cerah.

“Yuk pulang.” Ajak ayah kemudian. 

“Sekarang giliranku ya Yah. Aku yang bonceng Ayah” Pintaku.

Ayah mengangguk dan memberikan kunci kepadaku, namun ayah tidak membiarkanku sendiri untuk menuju tempat parkir. Ayah memperhatikanku memasukkan kunci. Aku melangkahkan kakiku agar seimbang namun ayah sudah duluan naik di atas jok untuk membantuku menjaga keseimbangan. Brumm..brumm .. brumm.. motor berjalan perlahan-lahan meninggalkan kedai dan para penikmat makanan bu Marni.

Hari berganti hari, bulan dan tahun mengikuti irama waktu, aku beranjak remaja, tepatnya duduk di kelas dua SMA.  Ayah semakin tua, rambut ayah mulai berwarna berkilau putih dan ekonomi ayah semakin membaik dengan bantuan ibu yang bekerja di instansi pemerintahan. Ayah mulai mampu membeli mobil second. Seperti kegemaranku mengendarai motor, aku mulai tertarik untuk mencoba mengendarai mobil. Aku mendekati ayah dan seperti biasa memohon kepada ayah untuk diajari mengendarai mobil.

Ayah tidak dapat menolak permintaanku. Pelajaran mengendarai mobil dimulai. Aku duduk di samping ayah dan ayah duduk dibelakang kemudi sambil menjelaskan instrumen-instrumen utama yang terdapat pada mobil. Langkah berikutnya ayah mulai menghidupan mesin mobil, kemudian dengan gentle memasukkan gigi satu sembari menginjak gas perlahan-lahan, maka melajulah mobil menuju jalanan sepi di sekitar perumahan. Aku perhatikan tangan dan kaki ayah yang begitu lincah memindahkan gigi dan menginjak kopling. Berikutnya giliranku mengendarai mobil berputar-putar sekitar perumahan.

Hari demi hari dengan berjalannya waktu, aku sudah benar-benar menguasai mobil ayah bahkan aku sudah memiliki SIM. Aku telah duduk di bangku kuliah di Jakarta semester tujuh. Ayah memberikan kepercayaan sepenuhnya untuk mengendarai mobil. Bahkan ayah mulai membeli mobil baru untukku. Picanto merah yang sangat hemat BBM dan jarang mogok.

Jika pulang ke Jawa untuk mudik Picanto merah menjadi andalan ayah dan aku. Semenjak aku dapat mengendarai mobil ayah tidak lagi mau untuk duduk dibelakang kemudi. Sebagai alasannya ayah sering merasa lelah dan mata agak kabur karena usia dan penyakit gulanya yang mulai ayah rasakan beberapa tahun lalu.

Bisnis ayah semakin lancar dan akhirnya dapat membeli satu mobil lagi, mobil Avanza warna hitam yang memuat banyak penumpang. Kami berencana pulang kampung dengan mengendarai Avanza, tidak lagi Picanto. Rencana itu beberapa kali gagal karena tiba-tiba ayah kurang sehat. Kami berencana lagi ditahun berikutnya dan ternyata gagal lagi karena adanya pandemi covid yang sangat membatasi langkah gerak kami.

Hingga akhirnya ayah benar-benar jatuh sakit. Kali ini adalah yang terburuk. Ayah,.. aku hanya bisa berdoa semoga ada mukzizat untukmu. Allah memberikan kesembuhan kepada ayah hingga kita dapat  tertawa dan bercanda kembali.

Ayah putramu sangat merindukan keceriaanmu, wajah garangmu dan tajamnya matamu. Ayah sungguh aku mencintaimu. Ayah semoga engkau mendengar harapan-harapanku.

 

Jonggol, 18 Desember 2020.

PROJECT NUBALA

               


 

CERITA DI TAHUN 2020

 CERITA DI TAHUN 2020

Ratna nama panggilan ibu seorang anak yang sedang kuliah di suatu Perguruan Tinggi di Jakarta. Sehari-hari Ratna bekerja sebagai guru Bahasa Inggris di instansi pemerintah di daerah Jakarta Timur. Tiap hari dia berangkat ke kantor dengan menggunakan bus kantor yang setia menjemput dan mengantarnya kembali ke post ‘Kesepakatan’ di daerah Jonggol. Nama unik pos tersebut Ratna ikrarkan bersama-sama penumpang bus lainnya.

Semenjak pandemi Covid berlangsung beberapa kendala di hadapi Ratna dan beberapa teman-teman yang biasa naik bus kantor harus menggunakan kendaraan pribadi atau mencari tumpangan. Pengeluaran transportasi meningkat. Semula perbulan dia hanya mengeluarkan seratus ribu untuk pengganti lelah sopir bus kini menjadi lima ratus ribu atau lebih. Beberapa penumpang bus akhirnya membuat group sendiri-sendiri termasuk Ratna bersama-sama dua sahabatnya, Yayuk dan Yayah.

Ratna memberi julukan “Group Nunut” yang sudah dia buat di WA nya. Tiga ibu-ibu bersepakat mencari tumpangan yang sama. Ratna dan dua temannya bekerja di kantor berbeda namun masih dalam lingkungan yang sama. Peraturan di kantor mereka juga berbeda-beda. Yayuk bekerja di kantor yang berkecimpung di bidang material dan Yayah bekerja di kantor yang menangani fasilitas logistik. Ratna sendiri bekerja di kantor yang menangani pendidikan. Ketentuan WFH (Work From Home) juga berbeda. Ada kalanya mereka bisa berangkat bersama dan ada kalanya tidak.

Ratna jarang WFH karena tuntutan pekerjaan dan karena posisi kedudukannya lebih tinggi dari kedua temannya. Kantor berbeda dan jabatan berbeda tidak menjadikan mereka semakin jauh namun semakin erat persahabatan mereka. Rasa malu kadang Ratna hadapi ketika dia mencari siapa yang akan dia tumpangi esok namun tidak ada jawaban dari penghuni group bus kantor. Sering Ratna mengirim pesan pribadi ke beberapa anggotanya yang semula satu bus dengan dirinya untuk bisa bareng ke kantor atau pulang ke rumah. Tidak banyak yang menjawab bisa karena alasan akan mampir ke suatu tempat atau bahkan mobil sudah penuh.

Jikalau ada, kebanyakan mereka yang tinggalnya jauh dari rumah Ratna dan terpaksa dia harus minta putranya untuk mengantar dengan mengendarai motor atau mobil ketempat pemberi tumpangan lewat. Naek motor atau mobil tergantung cuaca. Jika hujan putranya akan mengantarnya dengan naik mobil bersama-sama kedua sahabatnya. Putranya tidak dapat mengantar Ratna dan teman-temannya ke kantor karena harus kuliah online dan menemani suaminya yang sering tidak sehat.  Jarak tempuh rumah ke kantor memakan waktu satu hingga satu setengah jam apabila macet bisa dua jam.

Ratna tidak diijinkan suaminya untuk mengendarai mobil sendiri. Perjalanan dari Jonggol ke Jakarta Timur tempat dia bekerja agak membahayakan karena banyak truk serta sepeda motor yang kadang merajai jalanan. Larangan dari suaminya membuat ciut hatinya untuk mengendarai mobil sendiri. Akhirnya dengan membuang rasa malu Ratna terpaksa bertanya kesana kemari untuk mendapatkan tumpangan. Dia tidak habis pikir mengapa keputusan dari pimpinan untuk meniadakan bus kantor dapat memperkecil resiko terkena covid. Kenyataannya dengan tidak adanya fasilitas dari kantor berupa bus lebih banyak pekerja yang terjangkit covid. Rasa ketidaknyamanan membuat imun mereka turun.

Namun apa dikata, kalangan bawah tetaplah kalangan bawah. Hal yang dapat dilakukan Ratna dan teman-temannya saat ini bagaimana agar selalu menjadi bahagia. Tiap pagi Ratna berusaha membawa bekal makanan yang dia beli diseputar kompleknya. Mungkin makanan itu tidak diketahui bagaimana mengolahnya, bersih atau tidak, yang jelas ketika makanan hangat itu dibungkus daun bersih, Ratna yakin tidak akan mengganggu perutnya.

Nasi Jinggo makanan favorit untuk sarapan pagi yang dia beli sambil berangkat ke kantor. Itupun jika pemberi nunutan kebetulan berhenti dan akan membeli snack untuk kantor. Kadang membeli gorengan atau rebusan seperti singkong, ubi atau jagung. Makanan-makanan itu untuk menenangkan cacing-cacing yang bernyanyi di pagi hari. Semua tergantung siapa yang memberi tumpangan dan mampir di kedai mana.

Ratna masih sangat bersyukur masih bisa sampai ke kantor tepat waktu. Hati Ratna dan kedua sahabatnya menjadi galau tatkala hujan deras di pagi hari dan info ada tidaknya tumpangan belum pasti. Biasanya pagi hari menjelang detik-detik berangkat info baru ada. Tempat bertemu untuk menunggu tumpangan lumayan jauh dari rumah masing-masing maupun post “Kesepakatan”. Ratna hanya bisa berdoa dan pasrah. Jika terpaksa dia tidak masuk kantor dengan berbagai alasan. Bos di kantor dapat memaklumi kondisi Ratna.  

Setiap pagi sebelum menjalankan rutinitas di kantor, Ratna meminum segelas teh hangat manis dan nasi dadar telor atau tempe mendoan yang dapat dia pesan dari kantin di lantai sepuluh. Hal ini jika Ratna tidak sempat beli makanan dari luar atau pada saat diperjalanan. Kadang-kadang Ratna naik ke lantai sepuluh sekedar berjemur sembari pesan makanan untuk sarapan pagi. Jika dia agak malas atau karena harus segera menyelesaikan pekerjaan, dia cukup telpon ibu kantin dan makanan sudah tersedia diatas meja.

Tahun 2020 sebentar lagi meninggalkannya. Belum banyak yang Ratna bisa capai ditahun ini. Mimpinya untuk menyelesaikan S3 nya belum terwujud karena disertasinya yang tidak kunjung selesai. Ratna menyadari ini adalah murni kesalahannya sendiri yang tidak mampu memotivasi dirinya untuk menyelesaikannya. Promotor dan staf promotor selalu mengingatkan Ratna untuk segera menyelesaikannya sebelum terjadi banyak perubahan kebijakan kampus dari tahun ke tahun.

Kondisi semakin rumit tatkala terjadi validasi di kantor Ratna. Dia pindah ke bagian berbeda dengan pekerjaan yang sama, mengajar Bahasa Inggris dan sebagai penanggung jawab Lab bahasa. Beberapa kebijakan masih membuat dirinya ragu-ragu untuk segera bertindak. Sementara tahun 2021 akan segera tiba. Seluruh perencanaan program harus sudah matang di akhir tahun 2020. Perintah pimpinan untuk segera memulai perencanaan belum dia terima. Sebagai bawahan Ratna terpaksa menunggu dan hanya berharap perintah itu tidak mendadak.  

Diakhir tahun 2020 ini berbagai dilema dihadapi Ratna terutama ketika akan menentukan prioritas mana yang harus didahulukan. Putranya sedang mengerjakan skripsi yang membutuhkan pertolongannya. Murid-murid privatnya juga butuh bimbingannya untuk menghadapi test bagi promosi jabatannya. Suaminya yang sedang sakit membuatnya tidak dapat bergerak maju. Lebih tepatnya jalan ditempat. Serasa penuh persoalan-persoalan dipikirannya.

Sebagai seorang ibu, istri, pekerja dan mahasiswi Ratna harus tetap optimis untuk menghadapi itu semua. Dia percaya, dengan berjalannya waktu satu-satu akan dia selesaikan. Cerita sedih menjadi bahagia. Bak drama sinetron di TV. Pikiran positif harus diciptakan. Bukankah penderitan-penderitaan adalah bagian dari perjalanan hidupnya yang penuh warna, dan tidak monoton.

Ratna menengok beberapa kisah positif sepanjang tahun 2020. Dia mulai jatuh cinta pada menulis walau tulisannya tidak seprofesional penulis-penulis yang telah memiliki background jurnalis. Belajar otodidak dan mengikuti group penulis guru-guru PGRI. Mencoba mengirimkan beberapa artikel ke beberapa group literasi dengan editor dan penerbit yang berbeda.

Ratna sangat bersyukur artikel-artikelnya dapat tersusun rapi dengan penulis lainnya menjadi buku Antologi. Ini salah satu progress di tahun 2020 bagi Ratna. Mengenal Project Nubala, Omera, Om Jay Group, The Writers membuat Ratna memiliki banyak sahabat dan keluarga baru. Banyak ilmu yang didapat terutama ilmu dibidang literasi. Bahkan menulis puisi mulai dia coba. Saat Ratna sedih dan gembira, dia tuangkan dalam puisi. Dia merasa untuk memulai merangkai kata tidak sesulit sebelumnya. Semua perlu latihan dan terus diasah.

Kisah menyenangkan lainnya, beberapa bulan lalu Ratna dapat mengunjungi dua kota kenangannya, Makasar dan Pontianak, walau dalam waktu singkat. Dinas pendeknya mengijinkan dia untuk mengenang momen-momen yang dia alami di kedua kota tersebut.

Kota Makasar yang memberinya sejarah ketika menjadi Pramugari Haji dengan Maskapai Garuda dan Pilot dari Perancis dua puluh dua tahun lalu. Keindahan pantai Losari dengan beberapa penjual pisang Epek membuat suasana kota tampak hidup. Bantimurung dengan air terjunnya yang tidak terlalu deras namun menyejukkan. Pulau Khayangan yang tampak indah dilihat dari kejauhan namun tampak biasa seperti tempat wisata-wisata lainnya. Kebersamaan yang erat tercipta antara para crew pesawat.

Pontianak tempat kakak keduanya berkeluarga hingga meninggal. Kota dimana keponakan-keponakannya hidup mandiri tanpa ayah ibu. Kota yang sering banjir saat musim hujan seperti kota-kota lain di Indonesia. Saat kemarau harus menampung air hujan untuk masak dan mandi karena air sumurnya sedikit berminyak. Saat hujan, beberapa rumah terendam karena sistem pembuangan air yang tidak lancar juga karena dekat sungai Kapuas.

Pengalaman-pengalaman itu mewarnai perjalanan hidup dan karirnya di tahun 2020 dan membuatnya menjadi lebih bijaksana dalam menerima nasibnya. Bersyukur kepada Allah SWT karena hingga detik ini Ratna masih sehat dan bisa berkarya untuk dirinya dan keluarganya. Harapan Ratna saat ini, suaminya segera pulih dan dapat menemani hari-hari tua bersamanya dan bersama putranya, membantu putranya menyelesaikan kuliahnya dan menyelesaikan disertasinya yang tertunda.

Jonggol, 9 Desember 2020

Profil Penulis:



Seorang Pengajar Bahasa Inggris, di TNI AL. Menjabat sebagai Kasubsi Pengendalian Pengajaran Bahasa dan Labsa di Disdikal (Dinas Pendidikan TNI AL), Berkeluarga, memiliki satu orang putra yang sedang kuliah S1 di Universitas Indraprasta. Beberapa negara yang telah dikunjungi untuk belajar dan penugasan: Saudi Arabia, America, Australia, Cambodia, Thailand, Malaysia, Singapore dan tugas misi PBB di Lebanon selama satu tahun. Hobi: teaching, dancing, listening music and traveling. Beberapa buku Antologi yang sudah terbit,”Rona Korona Duka dan Ria”, “Moment Spesial Sang Guru”, “The Meaningful True Stories“, “Kobaran Semangat Ngeblog”, Surat Untuk Ibu”, “Oktober Bermakna Jilid 1”, “Semesta Merestui,”“Kulminasi”, “Simpang Maya 1”, “Kisah Inspiratif Sang Guru”, “All About Teachers”, “Di Celah Senja”, Menulis Membangun Masa Depan”, “I’m jealous of the Rain”, “Sepanjang Tapak Kaki.”, “Pahlawan hidupku.”, “Kota Kenangan”, dan “ Monolog Cinta.

Hp 081398870636/Fb: NaniKusmiyati/IG: nani_kusmiyati/

Email : nani1navy@gmail.com

http://nani2teacher1navy.wordpress.com/

https://naniku2020.blogspot.com.


CURAHAN HATI DI TAHUN 2020

CURAHAN HATI DI TAHUN 2020  

Tahun 2020 hampir berlalu. Banyak goresan tertoreh dalam perjalanan hidupku baik itu suka maupun duka. Sedih dan bahagia silih berganti tanpa aku sadari seiring berjalannya waktu. Kegiatan ditempat kerja dapat terselesaikan sesuai dengan rencana walau sedikit menguras pikiran. Pandemi yang datang secara tiba-tiba masih enggan meninggalkan kehidupan yang semakin rumit.

Banyak kesedihan ditinggalkan karena pandemi covid-19. Tidak sedikit rekan, sahabat dan orang-orang tercinta harus pergi untuk selamanya. Mayoritas mereka meninggal karena covid. Itu yang banyak diberitakan di sosial media maupun televisi. Fakta dilapangan hanya mereka yang tahu yang pernah mengalami covid kemudian sembuh.

Masyarakat menjadi resah dan enggan pergi ke rumah sakit karena mereka takut untuk di diagnosa positive covid. Pada akhirnya mereka berusaha mengobati sendiri atau dirawat di rumah. Mereka mengetahui sebenarnya sebagian dari mereka sudah memiliki penyakit bawaan seperti diabetes atau paru-paru. Beberapa terkena demam berdarah karena gigitan nyamuk Aedes Aegypti pembawa virus dengue atau tipes karena kelelahan bekerja.

Ketika mereka mengalami penyakit tersebut mereka berusaha untuk mengobati sendiri yang pada akhirnya berakibat fatal karena tidak ditangani oleh tenaga medis atau karena peralatan medis di rumah terbatas. Hal ini disebabkan opini negatif yang terbentuk dimasyarakat tentang keberadaan rumah sakit.

Disisi lain beberapa orang tidak memperdulikan lagi tentang pandemi covid karena mereka merasa jenuh jika tinggal di rumah dalam jangka waktu yang lama dan menyebabkan perekonomian rumah tangga mereka turun. Pedagang-pedagang mulai berjualan untuk menghidupi keluarga mereka. Para pelanggan terutama ibu-ibu terpaksa berbelanja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Maka kerumunan tidak dapat dihindari. Kalau demikian siapa yang perlu disalahkan karena bagai rantai yang tak berujung.

Demikian juga dengan aku. Gerakku sangat terbatas. Aku tidak dapat bertemu dengan keluargaku yang di Jawa Tengah dan Jawa Timur walau masih satu pulau. Aku juga tidak bisa bertemu dengan murid-muridku secara langsung. Belajar mengajar secara virtual. Aku tidak terlalu yakin dengan perkembangan mereka. Daftar hadir online mungkin hanya sekeda hadir karena mereka masih dapat tugas dari kantor mereka masing-masing.

Jika harus aku berterima kasih kepada tahun 2020 rasanya sedikit berat. Bukan berarti aku tidak bersyukur dengan anugerah yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa namun terlalu banyak kesedihan yang aku terima. Suami tercinta jatuh sakit. Sudah sebulan aku menghabiskan waktuku di rumah sakit. Aku dan putraku satu-satunya yang menemani suami di rumah sakit. Keluargaku tidak ada yang di Jakarta dan kebetulan mereka juga terkena musibah.

Deadline disertasi sudah hampir tiba. Putraku juga sedang menyelesaikan skripsinya. Rasa-rasanya sulit untuk membagi waktu. Kehidupan harus tetap berjalan bagaimanapun terseok-seoknya untuk melangkah. Untuk menjadi sehat saat ini begitu mahal. Obat-obatan, vitamin, dan minuman herbal menjadi kebutuhan pokok. Menjadi panik ketika mulai bersin-bersin dan batuk. Padahal sebelum pandemi covid tiba, hal itu sudah menjadi biasa. Flue hampir satu bulan cukup dengan obat-obatan yang dapat dibeli bebas di apotik atau bahkan tidak diobati hanya dipakai olahraga dan beristirahat.

Sisi positif lain di tahun 2020, aku mulai mengenal dunia literasi. Berbagi pengalaman melalui tulisan kemudian di share ke group literasi atau teman-teman yang menyukai literasi. Aku juga mulai mengenal blog dan wordpress. Belajar dari para pakar yang menjadi narasumber di pelajaran literasi gratis. Bersyukur mendapatkan teman dari berbagai kalangan, terutama guru-guru PGRI. Mereka rata-rata sudah menjadi penulis untuk modul murid-muridnya ataupun menekuni dunia cerpen dan puisi.

Akupun menjadi tertarik untuk mengikuti bimbingan, membuat resume di blog setelah bimbingan dan kemudian dishare di group untuk mendapat masukan tentang apa yang aku tulis. Group literasi yang aku ikuti terbentuk sejak Maret 2020. Resume pelajaran sudah lumayan banyak namun belum sempat aku buat untuk menjadi satu buku. Tawaran menulis cerpen, puisi dan pentigraf dari teman-teman di group literasi mulai aku ambil. Demikian juga proyek menulis bareng bersama Omera, Nubela, dan Karya Besama mulai aku ikuti. Beberapa artikel aku kirimkan ke group literasi dengan berbagai nama tergantung topik yang ditawarkan hingga menjadi buku karya bersama yang biasa kita sebut Buku Antologi.

Saat ini aku sudah memiliki buku antologi juga bebeberapa yang masih berupa naskah diantaranya, ”Rona Korona Duka dan Ria”, “Moment Spesial Sang Guru”, “The Meaningful True Stories“, “Kobaran Semangat Ngeblog”, Surat Untuk Ibu”, “Oktober Bermakna Jilid 1”, Oktober Bermakna Jilid 2”, “Semesta Merestui,”“Kulminasi”, “Simpang Maya 1”, “Kisah Inspiratif Sang Guru”, “All About Teachers”, “Di Celah Senja”, Menulis Membangun Masa Depan”, “I’m jealous of the Rain”, “Sepanjang Tapak Kaki.”, “Pahlawan hidupku.”, “Kota Kenangan”, “ Monolog Cinta, Desember 2020 Bercerita”, “Desember Kabar untuk Ayah,” dan “Thank You 2020,”.

Aku tidak percaya dapat menulis beberapa cerpen dan kisah true story tentang diriku dan perjalanan karirku. Menulis untuk menuangkan ide secara bebas terasa lebih menyenangkan karena tidak ada tekanan dan mengalir begitu saja walau mood banyak mempengaruhi. Setiap kejadian dapat kutuangkan dalam tulisan. Hal ini membuatku lebih lega dapat mengekspresikan beban yang ada di hatiku. Pada saat sedih aku bisa menuliskan dalam bentuk puisi karena lebih singkat. Jika ingin mengekspresikan ide aku lebih suka menulis artikel bisa berupa fiksi atau non fiksi.

Beberapa perjalanan di tahun 2020 dapat aku nikmati tatkala aku berdinas di Makasar dan Pontianak untuk memberikan sosialisasi tentang program bea siswa dinas melalui LPDP (Lembaga Pengelola Pendidikan).

Aku dapat mengenang kembali saat aku ditugaskan sebagai flight attendance Garuda pada kegiatan pemberangkatan dan kepulangan bapak dan ibu haji dari Makasar. Berinteraksi dengan pilot dari Perancis sehingga dapat mempelajari budaya Perancis. Bekerja bersama dengan para istri pilot Garuda yang kebetulan menjadi flight attendace juga. Dapat melaksanakan ibadah haji dengan biaya murah.

Pada saat di Pontianak aku dapat bertemu ketiga keponakanku yang telah menjadi yatim piatu. Mereka yang kompak membuatku merasa nyaman. Shopping, makan malam dan berbincang tentang tempat rekreasi di Pontianak juga makanan khasnya membuat wawasanku bertambah. Aku rasa hal ini adalah sisi positif dai tahun 2020.

Dibidang pekerjaan aku masih dapat memberikan bimbingan bahasa Inggris para perwira  yang akan mengikuti Sesko Angkatan maupun Sesko luar negeri. Rasa senang tatkala mereka berhasi dalam test sehingga mereka dapat mengikuti sekolah pengembangan umum tersebut. Beberapa perwira berhasil untuk mengikuti pendidikan di luar negeri di enam belas negara seperti Amerika, Australia, Singapore, Malaysia, Singapore dan negara Asia lainnya. Rasa bangga dihati ketika mereka menjadi sepuluh besar atau terbaik.

Harapanku saat ini, dengan berakhirnya tahun 2020, aku ingin suamiku segera pulih seperti sedia kala. Putraku dan aku sehat dan menyelesaikan skripsi dan disertasi. Covid segera berlalu dan promosi jabatan baruku segera turun. Sebagai penulis pemula, aku ingin bisa menulis buku Solo. Buku yang dapat dibaca banyak orang dan bermanfaat bagi diriku dan orang lain.

 Profil Penulis


Seorang Pengajar Bahasa Inggris, di TNI AL. Menjabat sebagai Kasubsi Pengendalian Pengajaran Bahasa dan Labsa di Disdikal (Dinas Pendidikan TNI AL), Berkeluarga, memiliki satu orang putra yang sedang kuliah S1 di Universitas Indraprasta. Beberapa negara yang telah dikunjungi untuk belajar dan penugasan: Saudi Arabia, America, Australia, Cambodia, Thailand, Malaysia, Singapore dan tugas misi PBB di Lebanon selama satu tahun. Hobi: teaching, dancing, listening music and traveling.

Hp 081398870636/Fb: NaniKusmiyati/IG: nani_kusmiyati/

Email : nani1navy@gmail.com

http://nani2teacher1navy.wordpress.com/

https://naniku2020.blogspot.com.

PROJEK OMERA : NUBAR_THANK YOU_2020 



NYANYIAN ALAM

  pexels-alex-azabache-3214944 NYANYIAN ALAM   Deburan ombak Desiran angin Gemerisik daun kering Berpadu indah menenangkan hati ...