Pelajaran The
Writers Sesi Ketiga dibuka oleh Kang Asep Sebagai moderator. Dan mempersilakan
Om Bud untuk mulai membagikan ilmunya kepada The Writer Batch 8 Gelombang 2.
Silakan simak kuliah dari Om Bud yang selalu berwarna.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."
Selamat malam teman-teman, Malam ini saya akan membawakan materi
yang berjudul:
Apa yang dimaksud dengan 'What to say' dan 'How to say'?
What to say adalah apa yang ingin disampaikan dan how to say
adalah bagaimana cara menyampaikannnya.
Keliatannya sepele dan gampang, kan?
Tapi percayalah, sebenernya ini sama sekali tidak mudah. Berikut
saya akan memberi dua contoh yang sangat sederhana.
Sebagai bangsa yang tidak ekspresif, orang Indonesia selalu
merasakan beban yang berat untuk menyatakan cinta kepada wanita yang
digandrunginya.
Itu sebabnya orang Indonesia kebanyakan iri melihat orang-orang
barat di film-film Hollywood dengan mudahnya menyatakan “I love you” pada cewek
yang mau ditembak...
Sekarang mari kita simak pengalaman Arya, teman sekelas saya waktu
di SMA, yang hendak menyatakan cinta kepada Wina, teman sekelasnya.
Arya : Win, tahu nggak? Di kelas kita banyak sekali orang
ngegosip?
Wina : Ah, cuekin aja…
Arya : Si Anto digosipin sama Tina, si Ronald sama Cindy…
Wina : Ah cuekin aja….
Arya : Si Sammy sama Pinky, si Alan sama Lydia, si Rilo sama…
Wina : Cuekin aja. Kamu apa nggak ada bahan omongan lain?
Arya : Eh…anu Win…soalnya eh… kita juga digosipin…
Wina : Ah, masa?!
Arya : Iya…eh… katanya aku pacaran sama kamu….
Wina : Gila kali orang-orang itu ya. Gosip melulu!
Arya : Kamu…kamu marah ya, Win?
Wina : Ah…enggak. Itu kan cuma gossip. Cuekin aja…
Arya : Eh..anu… aku mau tanya Win.
Wina : Apa?
Arya : Kalo beneran gimana?
Wina : Hah?
___________
Hahahahahaha....norak ya?
Mereka memang akhirnya pacaran. Namun lihatlah! Betapa
sulitnya Arya berusaha mengatakan kalimat sepele “I love you”
pada Wina. Atau lebih tepatnya, "Mau gak kamu jadi pacar saya." Dia mengerti apa yang ingin dia katakan.Tapi ia begitu
sulit menyampaikannya.
Kalau tanpa ba…bi…bu…dia langsung berkata; “Win Aku cinta
padamu” atau langsung ujug2 ngomong, "Win, pacaran, yuk?" Wah, bukannya terharu malahan Wina akan tertawa terpingkal-pingkal
barangkali.
Arya sangat menyadari hal itu. Butuh waktu lama dia mencari
jalan bagaimana cara mnyampaikannya.... (Saya tau benar hal ini karena mereka
berdua adalah temenn sekelas saya waktu SMA). Akhirnya ia mendapat cara untuk menyatakan cintanya; yakni dengan
cara seperti di atas.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa semua orang sudah mengerti ilmu
periklanan. Ilmu periklanan adalah ilmu kehidupan.
Arya pada taraf ini sudah menerapkannya dengan
pemahaman “apa yang ingin disampaikan” dan “bagaimana menyampai-kannya” yang
dalam ilmu periklanan dikenal dengan istilah “what to say” dan how to say”.
Waktu sekolah dulu, kita suka disuruh mengarang oleh guru
kita dengan topik yang sama. Iya, kan? Kalo ikutan sayembara menulis, pasti kita juga harus menulis topik
yang sama. Betul, kan? Jadi ketika kita berada dalam situasi seperti itu, kita perlu
mengantisipasi dengan menyimpulkan seperti berikut:
“Kalo gue nulis begini kira-kira orang lain bakalan
nulis kayak gini juga, gak, ya? Kayaknya sih iya. Kalo begitu, gue tulis
yang lain, ah. GUE HARUS NULIS YANG ORANG LAIN GAK KEPIKIRAN.”
WHAT TO SAY dan HOW TO SAY artinya adalah, bisa jadi kita
memang menulis TOPIK YANG SAMA tapi cara kita MENYAMPAIKANNYA BEDA BANGET
dengan orang lain. Kita boleh saja menulis cerita yang sama dengan 100 orang yang
lain. Tapi kita harus mampu membuat cerita versi kita tetap unik.
Coba perhatikan uraian saya barusan. Berasa gak, apapun yang
saya sampaikan ujung-ujungnya kembali ke creative attitude. Sekarang saya akan ngasih contoh kasus dalam video. Sengaja saya
pilih video yang paling umum, yang semua orang pernah ngeliat supaya kita
tinggal membahasnya.
Silakan ditonton dulu ya, saya kasih waktu 2 menit.
Coba perhatikan video ini, ada pelajaran yang sangat menarik untuk
kita pelajari.
Awalnya kita melihat seorang kakek tua buta sedang mengemis dengan
sign “I am blind. Please help.” Tapi entah kenapa orang seakan tidak peduli dan jarang sekali yang
tertarik perhatiannya untuk memberi sedekah. Sampai akhirnya seorang copywriter perempuan lewat dan
melihat apa yang terjadi.
Awalnya penonton digiring untuk mengira bahwa perempuan ini
tentunya jatuh iba dan akan memberi sedekah yang cukup banyak pada pengemis
tadi. Tapi perkiraan kita meleset.
Dia memang menghampiri Sang Pengemis tapi bukannya memberi uang
dia malah meraih sign yang ada di depan Si kakek dan megganti tulisan tersebut
dengan “IT’S A BEAUTIFUL DAY AND I CAN'T SEE IT.”
Lalu apa yang terjadi? Sekonyong-konyong banyak sekali orang
yang melemparkan koin pada Si Pengemis tua. Dan dalam waktu yang tidak terlalu lama, tempat koinnya
sudah dipenuhi oleh uang. Bukan cuma penonton tapi Si Pengemis pun bingung apa yang terjadi. Ketika mereka bertemu kembali, Si Pengemis bertanya, “What
did you do to my sign?” “I wrote the same but different words,” jawab Sang
Copywriter.
Wuiiiiih...! Keren ya? Pertanyaan saya, pernahkah kalian menela'ah sampai detil, kenapa
hal iu bisa terjadi? Ingat! Hadiah terindah dari Tuhan adalah otak. Dan masih
banyak orang yang suka malas menggunakannya. Setiap saya tanya kenapa? Ada yg jawab, "Soalnya tulisan yang
kedua lebih seru." Kok seru, sih....
Ada juga yang jawab, "Soalnya tulisan yg perempuan
lebih menyentuh." Terus saya tanya lagi, "Kenapa bisa lebih
menyentuh? Apa bedanya dengan tulisan sebelumnya?" Jawabnya, "Tau,
deh," sambil nyengir. Okay, saya jawab sendiri ya....
Dalam kasus ini kita bisa menyimpulkan bahwa sebuah pesan (what to
say) yang sama ketika dituliskan dengan formulasi yang berbeda (how to say)
tiba-tiba mempunyai efek yang jauh lebih powerful.
Kenapa bisa berbeda? Kenapa tulisan Si Copywriter bisa
mempunyai impact yang jauh lebih kuat daripada kalimat yang ditulis oleh si
kakek tua?
Perlu diketahui bahwa bagi orang-orang yang tinggal di daerah 4
musim, sinar matahari adalah berkah yang luar biasa. Apalagi jika mengingat mereka baru saja melalui musim dingin yang
begitu menyiksa. Itu sebabnya setiap kali matahari bersinar, orang-orang barat
girang banget dan mereka sering mengekspresikannya dengan ‘IT’S A BEAUTIFUL
DAY.’
Hal ini tentu saja agak sulit dipahami oleh kita yang tinggal di
negara tropis. Buat kita sinar matahari mah biasa aja. Bahkan kita cenderung
ngomel, “Anjrit! Panas banget hari ini!”
Tulisan Sang Pengemis ‘I am Blind, please help’ adalah KELUHAN
PERSONAL sehingga tidak menyentuh hati orang yang membacanya.
Sebaliknya tulisan Si Copywriter dengan cerdas menyentuh hati
orang yang membacanya.
Mereka bersetuju bahwa saat itu ‘beautiful day’. Dan mereka
memang sedang menikmatinya dengan hati suka cita. Itu sebabnya mereka langsung berempati karena Sang pengemis
tunanetra tidak bisa merasakan keindahan yang sedang mereka rasakan. Rasa empati itulah yang membuat orang langsung memberi
sumbangan pada Si Kakek Buta. Kalo temen saya menyimpulkannya gini, tulisan si pengemis,
"Saya buta". Sedangkan tulisan Si Copywriter, "Kalian gak
buta." Heheheheh lucu juga ya...
Intinya adalah Si Pengemis bercerita tentang dirinya. Sedangkan
tulisan Si Copywriter bercerita tentang semua orang. Apa yang dituliskan oleh Sang Copywriter di video tersebut
ternyata sangat menyentuh INSIGHT yang membacanya. Human Insight adalah faktor yang sangat penting. Ketika kita
hendak berjualan sesuatu, tulislah sebuah komunikasi yang menyentuh hati
konsumen. Tulislah tentang konsumen. Bukan menulis tentang diri kita sendiri.
Menarik sekali ya? Begitulah seharusnya attitude seorang
copywriter. Mereka mengerti bahwa kemampuan mereka dalam merangkai kata
seharusnya lebih hebat dari orang biasa. Mereka bisa memformulasikan pesan yang sama tapi memberi
impact yang sangat berbeda. Kemampuan mereka mengolah kata dapat menciptakan enerji dan
menyihir orang yang membacanya. Nah, kalo saya boleh ngasih nasihat, setiap kali kalian memperoleh
cerita keren dan insipiratif, jangan cuma terinspirasi. Pelajari dengan baik kenapa cerita itu bisa inspiratif. Pelajari sampai ngelotok sehingga pemahaman itu bisa kita lakukan
dalam konteks dan kasus yang lain. Jangan terjebak pada rangkaian kalimat tapi pelajari filosifi yang
terkandung dalam kalimat tersebut.
OK, jadi apa sih sebetulnya yang dimaksud dengan human insight?
Saya akan ngasih ilustrasi satu cerita lagi iar tambah jelas. HUMAN INSIGHT.
Waktu masih SD, saya punya kenalan seorang preman pasar, namanya
Bimo. Sehari-hari dia nongkrong di pasar Bendungan Hilir, deket
rumah saya. Kalau mau merokok dia tinggal pergi ke warung dan tanpa
perlu mengucap sepatah kata, si penjual rokok sudah tergopoh-gopoh langsung
memberikan sebungkus rokok padanya. Begitu juga kalau dia mau minum atau makan. Semuanya diberikan
tanpa diminta. Dia memang sangat ditakuti di kawasan itu. Badannya tinggi besar, tegap, berkulit hitam dengan hiasan
tato naga di sekujur tubuhnya. Wajahnya sangar tapi lumayan ganteng. Bimo dulu satu sekolah sama kakak saya makanya ke saya dia selalu
baik dan tidak pernah mengganggu. Saya kadang merasa beruntung dengan pertemanan ini tapi di
sisi lain saya sebel juga kalau dia sedang memalak pedagang tua yang tidak
berdaya. Karena kasihan sering saya diam-diam mengganti uang pedagang
seharga benda yang disumbangkannya ke Bimo. "Bud, temenin Abang ke toko kaset yang di pojok,
yuk?" Suatu hari Bimo mengajak saya ke toko musik. "Yuk, Bang!" sahut saya sambil bergumam dalam
hati, 'Wah mau malak kaset dia sekarang’.
Bimo berjalan di depan sementara saya ngekor di belakangnya. Melihat sosok tubuhnya yang tegap berhiaskan bekas penuh luka,
melihat sikapnya yang garang dan kehidupannya yang keras, saya menduga pastilah
Bimo ini sukanya sama lagu-lagu heavy metal, rock, Iwan Fals atau dangdut. Dengan langkah mantap dan memancarkan aura binatang buas dia
sampai di depan toko kaset. saya masih mengintil di belakangnya. “Ada kaset Bukit Berbunga 2 Koh? Albumnya Uci Bing Slamet yang
baru,” tanyanya pada engkoh pemilik toko. Saya melongo tidak menyangka dia akan membeli kaset itu. Uci Bing Slamet adalah penyanyi dengan suara lirih mendesah-desah
dengan irama melodramatis. Masa sih preman doyan lagu itu? Penasaran yang membukit membuat saya kontan bertanya,” Buat
siapa Bang kasetnya?”
“Buat Abang.’ jawabnya tanpa rasa bersalah.
“Buat Abang? Bukit berbunga? Abang suka lagu itu? Saya
tergagap dengan tololnya.
"Iya. Kenapa? Bukit berbunga 1 aja enak pasti yang
kedua lebih enak.” katanya lagi.
“Tapi lagu-lagu metal dan rock Abang suka juga, kan?” desak saya.
“Lagu rock? Hahahahahahaha…”Tertawanya mengguntur membuat bubar
kerumunan orang yang dekat dengan kami. ”Lagu hingar bingar gitu mana enak? Bikin sakit kuping aja.”
lanjutnya.
Bertahun- tahun pertanyaan saya terkubur tanpa jawaban. Pokoknya
saya tidak habis pikir kenapa dia yang begitu bengis bisa menyukai lagu seperti
itu. Rasanya kok ada yang tidak cocok. Tapi itulah kenyataannya. Setelah saya berkecimpung di dalam dunia marketing, akhirnya
saya menemukan jawabannya. Kita sering denger kalimat ‘Don’t judge book by its cover, kan? Artinya kita gak boleh menilai sebuah buku hanya dari covernya.
Kita baru bisa menilai setelah kita mambaca isinya. Begitu juga kita gak boleh menilai manusia hanya dari
penampilannya. Kenapa?
Karena APA YANG TAMPAK DARI LUAR BELUM TENTU MEREFLEKSIKAN APA
YANG ADA DI DALAMNYA.
Saya mulai mengerti bahwa tidak mudah memahami konsumen. Apa yang kita tawarkan belum tentu yang konsumen butuhkan. Kalau saya sok tahu dan memberikan kaset-kaset heavy metal pada
Bimo di hari ulang tahunnya...wah, bisa berabe! Pasti dia tidak suka. Pemahaman tentang Bimo membuat saya menyadari bahwa seperti itulah
pemahaman yang harus kita dalami terhadap target audience. Pemahaman itulah yang disebut dengan HUMAN INSIGHT. Dalam dunia marketing, istilah human insight dikerucutkan
lagi menjadi Consumer insight. Inilah Lagu Bukit Berbunga.
Bayangin preman
kok doyan lagu itu.
CONSUMER INSIGHT
CERITA 1.
Seorang lelaki dengan dandanan keren turun dari mobilnya. Dengan langkah yakin, dia berjalan memasuki Matahari Department
Store. Sesampainya di dalam, dia melihat beberapa pegawai yang menjaga
outlet. Mereka nampak sedang ngobrol satu sama lain. Setelah melihat-lihat outlet di bagian pakaian, sekonyong-konyong,
lelaki itu berteriak dengan suara menggelegar ke arah salah seorang pegawai
wanita terdekat, “HEY MBAK! SINI KAMU!!!” Dengan tergopoh-gopoh, si pegawai wanita menghampiri tamunya, “Ya,
Pak! Ada yang bisa dibantu?” “Saya mau ketemu manager kamu sekarang juga. Cepat panggi dia!!!” “Kalau boleh tau, ada urusan apa ya Pak? Barangkali masih bisa
saya tangani,” kata Si Penjaga Toko mencoba menetralisir. “Saya nggak butuh sama, Mbak. Saya mau bicara sama manager kamu
sekarang!” bentaknya lagi. Ga lama kemudian manager on duty datang., “Selamat siang Pak. Ada
yang bisa saya bantu?” “Kamu manajernya?” “Betul Pak.”
“Kamu pernah ngasih training nggak ke pagawai-pegawai kamu?” “Maaf, ini tentang apa, ya, Pak?” “Saya masuk ke toko ini tapi sama sekali nggak ada yang menyambut.
Saya sudah berkeliling lebih dari 10 menit dan nggak ada satupun pegawai
saudara yang melayani saya.” “Oh begitu ya, Pak? Maaf sekali kalau begitu.” “Tanpa pelanggan kamu nggak akan sukses. Kamu niat nggak jualan?” “Niat dong, Pak. Saya mohon maaf.” “Saya ngeliat minimal ada 4 staff Anda yang melihat kedatangan
saya tapi ngga ada satupun yang peduli. Meraka ngerti nggak tugasnya melayani
pelanggan?” “Baik, Pak. Nanti saya tegur mereka.” “Kalau mereka cuma berdiri doang, apa bedanya mereka sama mannequin?
Hah?!!” teriak Si Pelanggan sambil menunjuk ke arah beberapa mannequin yang
memang banyak bertebaran di sekitar itu. Setelah berkali-kali meminta maaf, akhirnya kemarahan si pelanggan
dapat diredakan.
CERITA 2.
Seorang lelaki masuk ke Matahari Department Store. Baru saja masuk, seorang pegawai wanita yang lumayan cantik
langsung menghampiri tamu tersebut. “Selamat siang, Bapak. Ada yang bisa dibantu?” Si tamu lelaki tidak menjawab malahan buru-buru meninggalkan si
mbak. Sesampainya di outlet pakaian, kembali seorang staff lainnya
mendatangi calon pelanggannya. “Selamat siang Bapak. Ada yang bisa dibantu?” sapanya. “Nggak Mbak, cuma liat-liat aja kok,” sahut si lelaki sembari
melangkah pergi ke outlet lainnya. Pas ngelewatin toko sepatu, si Bapak tertarik pada sepasang sepatu
olahraga. Sejenak dia memandang ke dalam toko, sepertinya dia ragu-ragu
untuk masuk. Melihat Bapak tersebut, seorang staff lagi-lagi menyapa si bapak,
“Selamat siang Pak. Ada yang bisa dibantu?” Kali ini si bapak sama sekali tidak berusaha menghindar. Bahkan dia balik bertanya pada perempuan itu, “Maaf Mbak, nggak
boleh, ya, saya dateng ke sini cuma mau liat-liat doang?” “Oh, boleh, Pak. Mau liat-liat sepatu? Yuk, ke dalam biar bisa
saya bantu?” “Iya, saya mau liat-liat tapi Mbak nggak usah nemenin saya.” “Nggak apa-apa Pak. Biar saya bisa bantu Bapak menerangkan semua
tentang produk-produk yang dijual.” “Gapapa, Mbak. Ga usah ditemenin, saya mau sendiri aja
ngeliat-liatnya.” “Nggak apa-apa, Pak. Sudah tugas saya menemani pelanggan.” Di luar dugaan, bapak itu menyahut dengan ketus, “Mbak denger, ya! Saya emang bukan orang kaya. Tapi saya nggak mau
Mbak ngawasin saya terus-terusan. Emangnya saya mau nyolong?" "Oh, Bapak jangan salah mengerti, saya bukan bermaksud...."
Belum selesai si perempuan menyelesaikan kalimatnya, Si Bapak sudah
memotong. "Saya dari keluarga baik-baik. Seumur hidup saya nggak pernah
nyolong. Mbak ngapain curiga sama saya segala?” katanya keras. “Loh? Saya cuma mau melayani Bapak. Bukan mencurigai Bapak,” sahut
penjaga toko. Kagetlah dia tiba-tiba dijudesin sama calon pelanggannya. “SAYA BUKAN MALIIING!!!” teriak Bapak sampe mengagetkan para
pembelanja yang ada di sekitar itu.
Kedua cerita di atas saya peroleh saat meeting dengan klien saya,
Matahari Department Store. Meeting tersebut membahas hasil riset yang dilakukan oleh
department store itu untuk memahami lebih dalam CONSUMER INSIGHT.
Dari pihak klien, yang mempresentasikan hasil riset itu namanya
Romano Roring. Dia adalah klien sekaligus seorang sahabat saya. Sekarang beliau
sudah almarhum.
Kesimpulan yang diambil dari riset itu adalah; pelanggan dengan
sosial ekonomi kelas A dan A+, akan bereaksi seperti dalam CERITA SATU. Mereka merasa, sebagai pelanggan mereka adalah raja dan harus
dilayani. Itu sebabnya dia marah ketika gak ada seorang pun yang
melayaninya. Sebaliknya pelanggan dengan kelas sosial ekonom C dan D, akan
bersikap seperti si bapak dalam CERITA DUA. Mereka tersinggung kalo ada yang mencoba melayani. Mereka cenderung lebih merasa dicurigai daripada dilayani.
Sehabis presentasi, Romano bertanya, “Okay, ada pertanyaan?”
Saya langsung tunjuk tangan. Dan Romano langsung memberi
kesempatan, “Yak, silakan, Bud.” “Gue bukan mau nanya, sih. Gue cuma mau bilang bahwa hasil riset
ini mind opener banget.” “Setuju Bud!” sahut Romano lagi.
“Dan gue baru nyadar ternyata gue ini datang dari kelas C atau D.
Soalnya gue juga terganggu kalo pegawai Matahari ngintil gue terus.” kata saya
lagi.
“Huahahahahahahaha...!!!” Semua orang ngakak ngedenger komentar
saya.
“Dari penampilan sih, emang keliatan lo dari kalangan kelas D Bud.
Hahahahahaha...” Romano mulai membully saya.
Mendengar ucapan Romano, orang2 dari pihak klien langsung gatel
ikut ngebecandain saya sehingga ruangan rapat makin riuh dengan suara tertawa.
Salah seorang klien ngelepas dasinya, lalu mengangsurkan ke arah
saya sambil ngomong,
“Ini dasi gue buat lo aja, Bud. Tiap kali ke Matahari lo pake biar
kerenan dikit.” Kembali suara tertawa membahana.
“Yah, minimal
kelas lo keangkat dikit, deh, Bud. Dari kelas D jadi C,” celetuk Romano lagi.
Dan suara tertawa makin menjadi-jadi. 'HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA...."
Setelah perbendaharaan tawa para klien menipis, tiba-tiba, seorang
konsultan Matahari yang berasal dari Belanda, namanya Hans Reesinck, mengangkat
tangannya.
“Yak, silakan, Hans.” “Mari kita anggap Budiman Hakim tidak bercanda mengatakan hal
tadi. Jadi kita harus waspada, jangan-jangan memang banyak orang dari kalangan
sosial ekonomi A dan A+ yang juga merasa seperti itu,” kata Hans dengan suara
sangat berwibawa. “Nggak mungkin, Hans. Kelas A dan A+ terlalu percaya diri
untuk merasa dicurigai akan mencuri,” jawab Romano.
“Point saya bukan disangka mencuri tapi mungkin merasa tidak
nyaman.”
“Maksudnya gimana, Hans?” kata Romano.
“Mungkin cara staff kita menemani malah membuat tamu-tamu kita
ilfeel. Bisa jadi, kan?”
“Nah, kalo itu masuk akal!” kata Romano.
“Mungkin saja kesalahannya ada di staff kita sendiri. Kalau sama
kelas D mereka kasar. Kalau ke kelas A mereka cenderung menjilat. Akibatnya
baik kelas A dan kelas D menjadi tidak nyaman.” kata Hans lagi.
“Jadi apa rekomendasinya, Hans?”
“Kita adakan training yang lebih ketat pada semua staff di
lapangan supaya semua tampil professional.”
“Noted Hans.” sahut Romano sambil mencatat di di HPnya.
“Pastikan semua tamu, entah dia A atau D, merasa nyaman berada di
Matahari.”
“Okay, Hans.”
Saya selalu respek pada Hans Reesinck. Dan selama kerja
bareng sama Hans, dia ga henti-hentinya membuat saya kagum atas pandangan dan
pendapatnya.
Dalam perjalanan pulang ke kantor, saya merenung. Berapa persisnya
yang dihabiskan oleh Matahari Department Store untuk menyelenggarakan riset
ini?
Mengingat cabang Matahari ada di hampir semua kota-kota besar,
jumlahnya pasti menelan biaya ratusan juta rupiah. Bayangkan! Ratusan juta dikeluarkan hanya untuk mengetahui
consumer insight. Ratusan juta diinvestasikan hanya untuk menetahui perilaku
konsumen.
Padahal pedagang-pedagang Padang bisa menemukan solusi dari masalah tersebut dengan cara yang amat sederhana. Cuma dengan mengandalkan nalurinya, pedagang2 Padang cukup menggelar spanduk besar di depan tokonya dengan tulisan.
Padahal pedagang-pedagang Padang bisa menemukan solusi dari masalah tersebut dengan cara yang amat sederhana. Cuma dengan mengandalkan nalurinya, pedagang2 Padang cukup menggelar spanduk besar di depan tokonya dengan tulisan.
“Bapitih ndak bapitih, mambali ndak mambali, buliah caliak-caliak
kadalam”
Terjemahannya kira-kira begini; Punya duit atau nggak punya duit,
mau beli atau nggak mau beli, boleh liat-liat ke dalam.
Cuma dengan tulisan sederhana seperti itu, beban psikologis bagi
pelanggan langsung hilang.
Seperti kata Hans Reesinck, pelanggan langsung merasa nyaman
dengan perlakuan pemilik toko.
Hebat ya orang Padang? Pantesan mereka hebat kalo jadi pedagang.
Hehehehehe…. HAHAHAHAHAHAHA...
Sesi tanya jawab:
P - Pertanyaan pertama dari @Mba Yesi Santania: Assalamu'alaykum,
saya Yesi ingin bertanya:
"Kita boleh saja menulis cerita yang sama dengan 100 orang
yang lain."
Pernyataan ini benar adanya di masa sekarang, sampe kita bingung
apakah penulisnya sama?
Pertanyaannya:
Apakah masih oke kalo menulis hal yg sama tapi sudah banyak yang
menulisnya?
J - Loh? Point saya di materi ini adalah memang bagaimana kita
bisa menulis cerita yang sama tapi tulisan kita tetep paling unik dibandingkan
dengan yang yang ditulis orang lain.
Jadi saya berharap, kalo ada sayembara menulis dari Samsung
(misalnya), dan kita dikasih tema "Hidup bersama Corona." Kta kan
terpaksa menulis tema itu. Apalagi kalo kita napsu sama hadiahnya berupa Smart
phone S20 tipe terbaru.
Dalam situasi seperti itu, kita gak punya pilihan lain, kita harus
menulis tema itu. Misalnya pesertanya 2000 orang. Nah, kita harus bisa menulis
dengan sudut pandang yang unik, yang gak kepikiran oleh 1.999 peserta lainnya.
Bagimana caranya? Ya itu tadi kita harus mempelajari human
insightnya. Jadi itu inti materi ini. Mampu menulis dengan hasil berbeda
meskipun kita harus menulis hal yang sama dengan banyak orang lainnya.
P - Dari @Mba Ana Writers 8: Assalamualaikum, malam om Bud &
kang Asep. Dalam kasus matahari departemen store, baik cerita 1 & 2, setiap
konsumen pasti ingin di berlakukan sesuai keinginan nya sendiri.
Pertanyaan:
Bagaimana caranya pihak matahari departemen store, bisa mengetahui
jenis konsumen yang di maksud, seperti cerita 1 & 2 agar tidak salah
persepsi melayani konsumen nya.
Kita tidak tahu mau nya konsumen seperti apa. Terimakasih om Bud
& kang Asep.
J - Ya itu tadi. Mereka menyewa lembaga riset. Yang tadi saya
bilang bisa jadi biayanya ratusan juta. Lembaga itu bikinriset di berbagai kota
besar di seluruh Indonesia.
Kemudian hasilnya dilaporkan ke Matahari. Abis itu hasil risetnya,
dilaporkan lagi ke saya (agencynya) supaya saya bisa bikin iklan dengan masukan
dari lembaga riset tersebut.
P - Dari @Bernadeta (nggak bisa dimention ya): Semalat malam om
Budi dan Kang Asep. Saya Bernadeta. Kalo saya melihat kasus 1 dan 2 di
Matahari. Mungkin kita bisa melihat katagori secara langsung orang yang kita
temui. Nah kalo dalam bentuk tulisan bagaimanakah cara kita bisa merangkul
semua golongan? Supaya mereka mau menerima karya kita. Terima kasih
J - Dalam kasus Matahari di atas, saya cuma ngasih tau bahwa orang
rela melakukan riset yang begitu merepotkan dan biaya yang besar hanya untuk
mengetahui perilaku konsumen. Artinya saya mau bilang bahwa memahami perilaku
konsumen itu sangat penting.
Matahari adalah perusahaan besar. Jadi kita gak perlu melakukan
hal yang sama. Dari mana duitnya? Tapi memahami konsumen juga sangat penting,
jadi kita bisa melakukannya sesuai dengan kemampuan kita.
Saya pernah menemukan penulis perempuan di IG, saya lupa namanya.
Pokoknya dia adalah seorang penulis yang hebat. Bukunya langsung habis sebelum
dipajang di toko buku. Gila kan? Akibatnya buku terseut cetak ulang padahal di
toko belom ada. Bagaimana bisa begitu?
Rupanya dia di I-nya selalu bikin riset melalui followernya. Dia
nanya ke followernnya, saya mau bikin novel dan kepikiran ada 3 tema. Yang
pertama Tragedi rumah tangga. Kedua, cerita pembunuhan, dan ketiga, tentang
percintaan seorang manusia dengan Alien.
Kira2 kalian mau beli kalo saya bikin yang mana? Setelah
followernya memilih, dia akan naya lagi, kalo novel saya tebalnya 300 halaman,
kira-kira harganya berapa?
Ada yang ngejawab harga novel tersebut Rp 200 ribu dan ada yang 85
ribu. Lucunya sama penulisnya bener-bener dijual dengan harga dua macem.
Padahal bukunya sama, sama sekali gak ada bedanya.
Tapi khusus yang ngebayar 200 ribu, dia menambahkan merchandise
berupa mug, kaos dll yang bertuliskan judul bukuya sehingga yang bayar 200 ribu
gak merasa rugi. Malahan bangga karena merasa diperhatikan.
P - Dari @Lukman SW: Bagian kreatif itu menurut om bud
mengurus what to saynya juga ngga? atau hanya how to say saja. what to say
diurus oleh account / strategic planner?
Pertanyaan kedua. biasanya saya mencari insight dari survey,
observasi atau wawancara & ngobrol. Adakah cara selain itu yg ampuh Om?
J - Coba biasakan menganggap semua faktor adalah bagian kreatif.
Karena di jaman digital ii udah gak jamannya lagi, ini tugas AE, ini tugas
Strategic planner. Mengetahui semua hal akan sangat bermanfaat buat kita semua.
Contohnya Kang Asep. Dia sendirian aja ikutan pitching melawan
agency2. Bayangin coba, Asep sebagai AE, Strategic planner, kreatif dan juga
bagian keuangan.
Nanti akan tiba masanya kita harus bekerja sendiri di rumah. Kita
gak butuh lagi orang lain karena semuanya kita sanggup mengerjakannya sendiri.
P - Dari @Mba Melati2, Met mlm kang asep...
Untuk tahu kesukaan pembaca, mngkin bisa sprti yg sdh d jwb om bud
di atas dg contoh penulis yg sharing dg followernya...tp apabila tdk bnyk
follower bgmn menyingkapinya om Bud? mksh. melati
J- Gak banyak itu berapa? Kalo udah di atas 100 rasanya cukup untuk
membuat riset. Lembaga2 riset yang bikin riset untuk brand-brand besar juga
cuma manggil 20 responden yang dibagi lagi menjadi 4 kelompok, masing-masing
kelompok hanya terdiri atas 5 orang.
Closing speech dari Om Bud
Teman-teman sekalian.
Ketika saya mengatakan bahwa menulis itu untuk menyenangkan diri
sendiri, itu adalah untuk keperluan membuat buku atau artikel. Tapi kalo kita
mau jualan di IG, misalnya, kita perlu menulis untuk menyenangkan konsumen.
Jadi harus dibedakan ya? Kan, kita butuh sales makanya kita butuh
pembeli, kita butuh konsumen. Jadi menulislah tentang konsumen. Jangan menulis
tentang diri kita sendiri. Pokoknya konsumen harus disentuh hatinya supaya
mereka terenyuh dan membeli. Bagaimana cara menyentuh hati konsumen? Kita harus
memahami ciosumer insight.
Kita ketemu lagi minggu depan. Wabillahi taufik wal hidayah.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh.
Waalaikum salam.
Terima kasih, Om Budiman Hakim dan teman-teman semua. Semoga
sharing ini banyak manfaatnya.
Baik teman-teman, dengan ini sesi ke-3 kita tutup dulu ya. Kita
bertemu lagi Jum'at minggu depan dengan tema yang makin asik tentunya.
Demikian kuliah yang sangat menarik dan menginspirasi.
Disalin oleh : NANI KUSMIYATI
No comments:
Post a Comment