Narasumber : Om
Budiman Hakim
Moderator : Kang
Asep
Penyelenggara
Program : Kak Devina
Teman-teman
seperguruan the Writers, Group Menulis ke 1-12, siswaku yang ganteng-ganteng
dan cantik-cantik,.. keponakanku, brothers and sisters di seantero jagad
raya,..terutama untuk anakku dan suamiku yang mungkin belum melirik kuliah yang
kudapat semalam, dengan penuh perjuangan aku menyalin, karena aku takut lupa
untuk segera mempraktekkannya. Rasa kantuk yang tak tertahankan, hingga Hp
jatuh, aku sudah tak sadarkan diri karena sedang bermimpi menulis dan
menulis,.. supaya tidak penasaran, yuk kita simak pelajaran yang saya dapat
tadi malam: Inilah penuturan Om Bud setelah dibuka salam oleh Kak Devina yang sabar
dan baek sekali, Kang Asep yang kasep sebagai moderator, juga salam pembuka
oleh Om Bud sendiri:
“Okay, malam ini
kita masuk ke sesi 4 dan akan membahas topik tentang DIGITAL COPYWRITING.
Kenapa saya
merasa perlu membahas masalah ini? Karena kehadiran digital telah merombak
semua lini kehidupan. Dari budaya, tata nilai, cara berkomunikasi sampai bahasa
termasuk tentu saja copywriting di dalamnya.
Itu sebabnya saya
secara khusus memilih topik ini karena pengaruhnya sangat penting. Distuptionnya
udah gila.
Untuk pertama
kalinya dalam sejarah, manusia diberikan dunia alternatif untuk beraktivitas.
Dunia itu disebut dengan Dunia Digital. Hal yang gak
pernah terpikirkan sebelumnya, sekonyong-konyong aktivitas manusia berpindah
tempat dari dunia nyata ke dunia maya.
Dan virus Corona
semakin memperkuat eksistensi dunia maya. Semua orang langsung gandrung karena
media ini mampu membuat orang untuk berinteraksi secara masif dan cepat. Semua
orang berpaling ke dunia ini. Eksodusnya kegiatan manusia ke dunia digital
membuat sebagian besar kegiatan di dunia nyata ditinggalkan. Akibatnya cukup
mengerikan: Berbagai toko-toko besar tutup.
Banyak perusahaan
besar gulung tikar. Brand-brand bergengsi seperti Nokia bangkrut. Bahkan
presdir Nokia dalam pidato penutupan perusahaan Nokia mengatakan, "We didn't do anything wrong but we are
bankrupt!" Gelombang Tsunami berupa disruption yang diakibatkan
oleh dunia digital ini benar-benar telah memporak-porandakan peradaban. Benar
yang dikatakan ayah saya bahwa.... “Punahnya Dinosaurus membuktikan bahwa bukan
yang kuat yang bisa bertahan. Yang bisa bertahan adalah yang mampu
beradaptasi.” Konsekuensi yang harus dihadapi adalah gaya hidup dan attitude
penduduk dunia tiba-tiba berubah drastis. Sekarang ini eksistensi manusia
modern diukur dari pergaulannya di dunia digital. Semua orang pengen eksis. Itu
sebabnya mereka suka bikin foto selfie yang aneh2 dan berbahaya. Supaya? Yak
betul! Biar eksis. Mereka bikin vlog, bikin web series chanel di Youtube, pamer
kekayaan di Instagram. Pokoknya apapun dilakukan demi eksistensi diri di dunia
digital. Mereka sering bilang: Kalo gak narsis, gak eksis! Pengakuan eksistensi
diri di dunia digital ini ternyata sangat penting buat netizen. Hal ini
dibuktikan dengan munculnya kata bijak yang berbunyi.
“If
you type your name in Google and you don’t find your name, technically you’re
dead.” Jadi kalo nama kita tidak ditemukan di search engine, artinya keberadaan
kita dipertanyakan alias gak eksis. Hehehehe….
Dulu, public figure, artis, pejabat, dan semua
orang-orang terkenal, keberadaannya tidak ubahnya seperti dewa-dewi. Mereka
hidup di awan tanpa bisa terjamah oleh rakyat biasa. Tapi sekarang? Internet
memaksa mereka turun dan berpijak di bumi. Semua mata mengintip kegiatan mereka
detik demi detik. Sekecil apa pun kesalahan yang mereka buat, habislah mereka
di-bully bahkan dilaporkan ke polisi sampai dijebloskan ke penjara. Bahkan
artis Korea bernama Sjulli sampe bunuh diri gara-gara gak tahan dibully oleh
netizen di Twitter. Sadis banget ya... Jadi kita harus bersyukur dan harus
merasa beruntung bahwa kita-kita yang bukan orang terkenal hehehehe….
Seperti telah
saya sebutkan di atas, keberadaan internet telah merombak perilaku manusia
secara global. Media ini sangat efektif untuk menjangkau komunitas-komunitas
yang kita tuju dengan biaya yang jauh lebih murah dan jauh lebih cepat.
Efek yang ditimbulkan membuat penggunanya mampu melakukan interaksi yang sangat cepat dan intens.
Begitu intens
sehingga nature interaksinya pun menjelma seperti percakapan pada sesama teman. Percakapan antara teman tentu saja
menimbulkan efek lain lagi, yaitu tiba-tiba percakapan dengan BAHASA FORMAL
TERSINGKIR.
Kalo kita masih
menemukan orang pake bahasa formal, itu pasti orang-orang tua. Hehehehehe....
Di media sosial
orang lebih nyaman berbicara dengan bahasa yang lebih santai. Media online
abal-abal langsung mendapat tempat di hati netizen karena mereka menggunakan
bahasa yang sangat santai sampai bahasa alay. Bahkan mereka gak segan-segan
menggunakan bahasa yang paling kotor sekalipun. Melihat fenomena yang terjadi,
media-media online mainstream seperti Detik.com, Kompas.com, dan lain-lain,
ikut banting setir dan menggunakan bahasa yang lebih santai. Tentu saja mereka
gak ma kehilangan pelanggan. Mereka terpaksa melakukan hal tersebut untuk
mendekatkan diri pada konsumen. Coba kalian perhatikan bahasa media online lalu
bandingkan dengan media cetak dan elektronik yang menjadi core business mereka
sebelumnya.
TETIBA.... Percakapan dengan bahasa santai antara sesama teman di online begitu mengasyikkan dan menimbulkan efek baru lagi.
Sekarang ini, seseorang
menjadi sangat tergantung dan tak dapat terpisahkan dengan gadget-nya. Apalagi
dengan munculnya aplikasi-aplikasi chatting seperti Line, Whatsapp, Telegram,
dan lain-lain. Semua orang bisa berkomunikasi one on one atau masuk menjadi
anggota sebuah group, entah itu group SD, SMP, SMA, kuliah, group arisan,
sunatan, karaokean dan masih banyak lagi. Setiap menit dan setiap detik,
handphone kita berbunyi karena ada notifikasi adanya sebuah pesan yang masuk. Pada
dasarnya manusia itu takut sekali pada kesepian. Internet telah menjadi jawaban
untuk menghadapi ketakutan itu. Dengan internet, setiap manusia merasa dirinya
24 jam FEEL CONNECTED dengan komunitas di mana mereka menjadi member-nya. Konon
angka Insomniac (Penderita insomnia) meningkat drastis seiring dengan penemuan
aplikasi-aplikasi digital. Coba kalian perhatikan, setiap kali meeting, semua
orang tetap membagi perhatian pada gadget-nya. Duli kita bisa menegur mereka.
Sekarang? Mereka bilang, "Lah? Gue lagi nyatet omongan lo, Bro!" Dua
orang teman janjian ngopi bareng di kafe tapi realitanya mereka tetap sibuk
dengan handphone-nya. Bahkan pas lagi Yasinan tiga-harian orang meninggal,
semua tetep aja matanya ke arah Gadget. Alesannya, "Gue baca Yasin dari
sini, Bro,"
Gila, ya?
Pokoknya orang zaman sekarang, begitu bangun tidur mereka langsung mencari
smartphone-nya. Sepanjang hari mereka sibuk dengan gadget-nya, bahkan kadang
ada yang masuk ke toilet sambil bawa-bawa HP. Siapa yang di sini ke WC bawa HP?
Pokoknya mereka
selalu ingin bersama HP-nya selama 24 jam. Satu fenomena yang lain terjadi,
yaitu tiba-tiba ilmu copywriting naik pamornya. Kenapa demikian? Karena
internet adalah media baru yang sangat menjanjikan untuk dijadikan peluang
bisnis. Itu sebabnya, orang bebondong-bondong ingin berjualan di sana. Berjualannya
gimana? Yak tentu saja SENJATA ANDALANNYA ADALAH ILMU COPYWRITING. Itu sebabnya
sekonyong-konyong banyak tawaran workshop tentang copywriting. Saya penasaran
banget! Pas saya daftar eh yang ngajar seumur hidup belom pernah jadi
copywriter. Seumur hidup belom pernah kerja di biro iklan. Digital telah
mewajibkan semua orang untuk harus menguasai copywriting.
Fakta ini tentu
saja sangat menguntungkan para copywriter kawakan. Copywriter-copywriter
kawakan tersebut langsung mendapat banyak tawaran untuk mengemas penjualan
dalam rangkaian kata yang indah. Namun apa yang terjadi? Boleh percaya boleh
tidak ternyata para copywriter tersebut kerjaannya melempem. Brand-brand yang
mereka tangani salesnya sama sekali tidak meningkat. Kok bisa gitu ya? Padahal
dulu jago loh… Apa yang terjadi? Selidik punya selidik ternyata copywriting di
TV, Koran, Radio, Billboard, Poster, Flyer dan lain-lain TIDAK SAMA dengan
copywriting di internet. Sama sekali tidak sama. Bahkan BEDA PAKE BANGET! TV,
Koran, Radio dll, biasa kita sebut dengan MEDIA SATU ARAH. Sedangkan INTERNET
ADALAH MEDIA DUA ARAH. Keduanya tentu saja memiliki karakter yang berbeda. KARAKTER
MEDIA 1 ARAH. TV, koran, majalah dll.,
punya kecenderungan untuk memasukkan info sebanyak-banyaknya.
Kenapa? Karena
mereka tidak bisa berinteraksi dengan konsumennya. Ketiadaan sarana interaksi
membuat mereka perlu memberikan informasi yang lengkap dalam mengirim pesan.
Ketika Mobil
Toyota memasang iklan di Kompas cetak, misalnya, mereka tidak berani membagi
pesannya menjadi 2 bagian. Takutnya ketika
pesan kedua dikirimkan, belum tentu yang membacanya pernah melihat pesan
pertama.
Hal yang sama
akan terjadi pula pada pesan ketiga, keempat, dan seterusnya. Mereka tidak
ingin target audience menerima pesan sepotong-sepotong.
KARAKTER MEDIA 2
ARAH.
Sarana interaktif
pada media internet memungkinkan terjadi interaksi yang panjang dan hidup. Jejak
digitalnya mudah sekali ditemukan. Jadi di media
digital justru lebih efektif kalo kita memberikan info sepotong-sepotong. Yang
harus diperhatikan adalah info tersebut harus dikemas sedemikian rupa sehingga
mampu membangkitkan rasa ingin tau orang terhadap pesan itu. Rasa ingin tau
itulah yang akan membuat terjadinya interaksi. Manfaatkanlah sarana
interaktifnya seefektif mungkin sehingga netizen semakin bernafsu untuk mengetahui info
tersebut lebih banyak lagi.
Okay sebelum kita
masuk lebih jauh, sebelumnya kita perlu memahami Digital User Insight.
DIGITAL
USER INSIGHT.
Banyak orang
mengeluh, “Kenapa setiap saya posting sesuatu kok sedikit sekali yang ngeliat?” Mereka
mempertanyakan hal itu karena postingan teman-temannya dikunjungi banyak
visitor sampai ratusan bahkan ribuan. Apa yang salah
dengan mereka?
Yuk, kita bahas apa yang sebenernya terjadi.
Perlu dipahami,
sekali lagi bahwa digital adalah media
interaktif atau media dua arah. Media interaktif ini tentu saja karakternya
berbeda dengan media satu arah seperti media cetak dan elektronik.
Di media satu
arah, kita memang perlu memasukkan seluruh informasi yang kita miliki. Kenapa? Karena
konsumen tidak bisa memberi respons secara langsung. Sebaliknya, di media dua
arah sangat memungkinkan terjadinya interaksi secara langsung sehingga kita
tidak perlu memasukkan semua info.
Menarik perhatian
netizen.
Kalo mereka
tertarik, pastilah mereka akan memberikan respons. Ketidaklengkapan info
malahan akan membuat orang penasaran, sekaligus memberi ruang untuk berinteraksi.
Artinya kita melakukan aksi sekaligus MEMBERI RUANG bagi orang lain UNTUK
BEREAKSI.
Ingat! Digital
adalah media dua arah. Di media digital, tentunya setiap kali kita posting
sesuatu, kita mengharapkan ada INTERAKSI dengan netizen.
Hal inilah yang
tidak dipahami oleh copywriter- copywriter kawakan karena mereka malas meng-Up
Date diri. Mereka mengira bahwa pengalaman mereka sebagai copywriter puluhan
tahun sudah cukup mumpuni untuk menangani brand apapun. Mereka tidak menyadari bahwa
ilmu copywriting juga sudah terdisrupt habis-habisan oleh teknologi digital. Ada
seorang temen menulis status di FB dan dia menanyakan pada saya kenapa gak ada
orang yang komen apalagi share. Yang nge-like Alhamdulillah ada satu orang.
Berikut saya copas
statusnya secara utuh tanpa mengurangi titik atau koma sekalipun. Ini
statusnya: “Menunggu pesawat take off menuju Bali. Kebetulan dapat job mengajar
sosial media marketing selama 2 hari untuk ibu-ibu Dharma Wanita di Gedung
Telkom Denpasar.”
Coba diandang- diandang
dulu. Apa yg salah dengan status ini? Kenapa gak ada yang like, komen apalagi
share.... dipandang2....typo. Maaf. Apa yang salah dengan kalimat di atas? Ada
yag tau?
Tidak ada yang salah dengan kalimat tersebut, hanya saja kalimat di
atas terlalu penuh dengan informasi. Status penuh info kayak gitu lebih cocok
dilakukan di media satu arah. Bukan di social media.
Dalam dunia digital,
informasi memang penting tapi MEMANCING ORANG UNTUK BEREAKSI LEBIH PENTING. Jadi
akan lebih baik kalo kita memberikan informasi yang TIDAK LENGKAP. Caranya
adalah kita bisa mencicilnya dengan cara mencari kalimat yang sekaligus mampu
memancing rasa ingin tahu pembacanya agar terjadi komunikasi. Sip.
Kita lanjuta ya
teman-teman. Masih tentang status di atas. Kita bisa mencicil status tersebut
dengan cara mencari kalimat yang sekaligus mampu memancing rasa ingin tahu
pembacanya agar terjadi komunikasi.
“Udah duduk dan
pasang safety belt. Aduh! Gue selalu takut naik pesawat tapi apa daya. Tugas
telah menanti dan harus dijalani. Doakan ya, guys….”
Coba perhatikan
potongan status tersebut. Kalimat di atas keliatannya sederhana tapi orang yang
membaca pasti merasa tercolek rasa ingin taunya. Saya jamin pasti ada yang
tidak tahan untuk bertanya sehingga terjadilah interaksi yang bisa membentuk
percakapan yang cukup panjang.
Misalnya
tiba-tiba seseorang bertanya:
“Emang mau ke mana, Bro?”
Kita jawab tapi
jawabnya DICICIL, “Ke Bali. Cuaca sih Alhamdulillah lagi bagus. Doain ya, Bro.”
“Wuiiih enak banget ke Bali? Liburan ya?” Misalnya orang itu bertanya lagi.
“Panggilan tugas
Bro. Mau ngajar di sana. Bukan hura-hura.” Kita jawab dan TETAP DICICIL.
“Ngajar apa?”
“Biasalah, sosial
media marketing.” jawaban kita tetep dicicil.
“Oh ya? Ngajar
siapa? Mahasiswa, ya?”
Kita jawab dan
konsisten dicicil, “Bukan. Ibu-ibu Dharma Wanita. Ibu-ibu sekarang kan mau pada
melek internet.”
“Di mana
ngajarnya?”
Lalu percakapan
menjadi semakin panjang dan itu baru satu orang. Selanjutnya
percakapan kita di ruang komen akan menarik perhatian teman-teman lain yang
kebetulan membacanya. Ruang komen kita
akan semakin penuh dengan banyaknya orang yang ikut berinteraksi. Ruang komen
kita justru akan jauh lebih menarik daripada status itu sendiri.
Orang jauh lebih
senang membaca percakapan daripada kalimat monolog. Karena membaca percakapan
rasanya seperti membaca cerita dan hebatnya lagi kita bisa masuk dan
berpartisipasi menjadi salah seorang tokoh dalam cerita itu.
Jadi intinya,
kita harus memancing interaksi dengan orang lain. Persoalannya adalah bagaimana
memancing supaya orang merespon postingan kita?
CARA MEMANCING
INTERAKSI.
Jadi sekali lagi
saya ulang bahwa dalam berkomunikasi di media dua arah, kita harus MEMBERI
RUANG untuk berinteraksi. Artinya kita mem-posting sesuatu tapi sekaligus
memberi ruang bagi orang lain untuk bereaksi.
Bagaimana membuat
mereka bereaksi? Tentu saja dengan memanfaatkan naluri setiap orang untuk
bernarsis ria. Berikut adalah beberapa metode untuk memancing interaksi.
1. Membuat
kalimat yang tidak lengkap.
Kalau kita
mem-posting kalimat yang tidak lengkap, yang membaca jadi penasaran sehingga
mereka tidak tahan untuk melengkapi kalimat tersebut.
Contohnya
pengguna Twitter di bawah ini. Nama account-nya “Akun Kepo”.
Kepo sendiri
artinya adalah “pengen tau” atau curious. Kita tentu setuju bahwa rasa ingin
tau adalah insight dasar dari semua manusia. Itu sebabnya acara gosip selalu
laku dan dibeli orang.
Admin Akun Kepo
ini selalu mem-posting kalimat yang tidak lengkap. Kalimat yang tidak lengkap
itulah yang saya maksud dengan memberi ruang bagi orang lain untuk bereaksi. Ruang
kosong yang disediakan oleh Akun Kepo membuat orang yang membaca tweet-nya
gatel dan tertantang untuk mengisi ruang kosong tersebut. Hasilnya? Semua
pengguna Twitter yang membacanya tidak tahan untuk melengkapi kalimat tersebut
dengan kata-kata yang kocak dan kadang jorok.
Akibatnya akun tersebut menjadi
sangat disukai. Dengan hanya
bermodal tweet-tweet seperti itu, Akun Kepo berhasil memanen lebih dari 56.000
follower. Bukan main!
Perlu diketahui bahwa tidak ada satupun tweet Aku Kepo ini yang penting. Tapi kenapa banyak followernya?
Karena penting itu nomor dua bagi netizen. Buat netizen yang penting postingan kita mampu menarik minat untuk berinteraksi.
Liat jumlah followernya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa apabila pengguna sosial media sudah tersentuh insight-nya maka engagement akan terjadi dan hasil yang maksimal dapat diperoleh.
2. Memberi pertanyaan.
Membuat kalimat
dengan pertanyaan sehingga orang tidak tahan untuk menjawab. Sebuah pertanyaan
tanpa jawaban adalah cara ampuh untuk memancing reaksi orang. Ketiadaan jawaban
itu adalah ruang yang kita sediakan bagi orang lain untuk bereaksi.
Apalagi jika
pertanyaan yang kita lemparkan merupakan topik menarik yang merupakan insight
kebanyakan orang.
Misalnya kalian
mau jualan obat pengecil perut di sosial media. Kalian bisa bikin pertanyaan
sebagai berikut.
Kemarin saya baru
menemukan sebuah produk ajaib buat ngecilin perut. Tau gak, berapa senti
lingkar pinggang saya berkurang?
Pasti orang gatel
dan langsung pada nanya, "Berapa?" "40 cm?" Dll.
Kalo kalian dosen
dan sedang nyari calon mahasiswa untuk kuliah di sana.
Wuiiih… senengnya
bekerja sebagai dosen di perguruan tinggi ini. Inilah tempat kerja terbaik yang
saya idam-idamkan. Apakah anak-anak Anda sudah mendaftar ke sini?
3. Memberi
teka-teki.
Memberi teka teki
adalah salah satu cara memberi ruang pada netizen. Orang akan terpicu untuk
menebak dan menjawab teka-teki tersebut.
1) Ada
nenek-nenek loncat dari atas Monas tapi gak mati, lalu manjat lagi, loncat lagi
tapi tetep gak mati juga, nah… nenek-nenek apakah itu?
2) Ada macan
sedang tiduran, kita tarik buntutnya tapi dia diem aja, terus kita sundut
buntutnya pake obor, dia cuma nengok sedikit sambil geleng-geleng kepala. Nah…
macan apakah itu?
4. Mengajak untuk
berbuat sesuatu.
Misalnya:
“Saya mau bikin
tulisan tentang bagaimana membuat dagangan kita laku di Facebook. Ada yang
mau?”
Kalo ada yang
nyaut “Mau!”
Kita sahutin,
“Kalo yang mau ada 20 orang, saya mulai sekarang juga.”
Saya sering
banget melakukan metode ini dan selalu ampuh.
Oh ya. Jangan
lupa, gunakan bahasa informal karena kita ingin memperlakukan mereka sebagai
teman. Setelah kita mengetahui strategi bagaimana memancing interaksi, coba
praktikkan sesering mungkin.
Kalau ternyata
banyak yang komen, berarti sudah terjadi engagement antara kita dengan user.
Sekali lagi saya
ulang bahwa ruang komen yang dipenuhi oleh percakapan kita dengan teman-teman
tersebut tidak ada bedanya seperti sebuah cerita. Pengalaman
bersama dalam satu cerita akan membuat hubungan kita lebih dekat dengan user
sehingga mempermudah kita untuk mempengaruhi mereka untuk membeli produk yang
kita tawarkan.
5. Iming-iming
hadiah.
Seandainya kita
berjualan sesuatu di FB atau IG, kita bisa mengiming-imingi netizen dengan
hadiah.
Misalnya kita
membuat quiz dan yang berhasil menjawab dengan benar maka akan mendapatkan
hadiah dari produk kita.
Kemudian kita
bisa lanjutkan dengan membuat lomba menulis cerita. Temanya mereka harus
bercerita pengalaman ketika memakai produk kita. Cerita yg paling bagus akan
mendapatkan hadiah lagi.
Atau kita bisa
juga membuat lomba foto.
Fotonya harus ada
produk kita di dalamnya. Foto yg menarik akan mendapat hadiah. Dengan cara
seperti itu engagement akan terjadi secara massif. Di samping itu, hasil-hasil
lomba berupa cerita dan foto-foto, bisa kita manfaatkan sebagai bahan promosi
kita. Kita bisa meng-up load hasi-hasil lomba tersebut di IG, FB, Youtube dll.
Menarik, kan?
Dengan mengeluarkan cost operational yang sedikit, kita punya banyak materi
promosi yang bisa kita posting di seluruh social media kita. Insya Allah dengan
cara ini, dagangan kita bisa laku keras. Dan kalo udah kaya, jangan lupakan
saya, ya? Bagi-bagi dikit, dooooong...
Sekali lagi media
internet adalah MEDIA INTERAKTIF maka kita harus melakukan INTERAKSI.
Interaksi inilah
yang akan membuat:
1. Orang ngelike,
comment dan share.
2. Orang
memfollow kita.
Difollow dan memfollow itu penting loh. Kita tau orang
sampe mau-maunya beli follower karena mempunyai banyak follower seringkali
membuat mereka merasa hebat. Mereka merasa eksis kayak artis.
SESI
TANYA JAWAB
P - Kita masuk
sesi tanya jawab Om. Pertanyaan pertama dari
@Mba Ana Writers 8:
Assalamualaikum
malam om Bud & kang Asep. Saya masih melihat beberapa media cetak bertahan
di tengah dunia digital. Faktor apa ya om, yang membuat media cetak masih
bertahan. Meski kalau dilihat, lapak koran, majalah, tidak seramai pada
zamannya. Saya termasuk pelanggan setia majalah remaja pada masanya.
Terimakasih om
Bud & kang Asep.
J - Betul. Masih
ada banyak kok media cetak yang masih bertahan. Karena mereka masih punya pelanggan
orang-orang tua yang kebiasaannya membaca sudah gak bisa diubah.
Mereka merasa
nyaman membaca dengan memegang koran, majalah dll. Tapi bagaimana dengan
generasi milenial? Apakah mereka membaca media cetak?
Saya dan Kang
Asep pernah diajak orang Kompas untuk meeting. Akhirnya meeting disepakati
diadakan di Citos. Saya dan Kang Asep udah berbunga-bunga hatinya karena merasa
akan mendapat proyek besar. Kompas gitu loh....
Sesampainya di
sana ternyata yang ngundang kami adalah Kompas cetak. Dalam meeting itu mereka
mengeluh bahwa oplaagnya menurun terus. Menurun drastis malah.
Dan pertanyaan
mereka ke kamii, apakah saya dan Kang Asep mau membantu membuatkan
komunikasinya supaya oplaag Kompas meningkat lagi seperti dulu?
Kalo saya dan
Kang Asep cuma mikir duitnya doang, pasti kami akan menerima job itu. Tapi
akhirnya saya menjawab, "Kami gak bisa bantu untuk menaikkan oplaag koran
Anda. Kalo memperpanjang umur supaya gak segera bangkrut, mungkin kami
bisa."
Orang itu kaget
dan bertanya, "Emang kami pasti bangkrut?" Saya jawab, "Semua
media cetak pasti akan bangkrut. Persoalannya cuma menunggu waktu aja."
Artinya media
digital udah gak mungkin dibendung. Nanti kita akan lihat sendiri. Semua media
cetak akan hilang dari permukaan bumi, Dan itu pasti.
P - Termasuk
dengan dunia percetakan buku apapun itu om?
J - Belum tentu.
Karena siapa pun pasti akan bisa bertahan kalo dia mau berubah.
Seperti yang saya
sebut di atas, "Punahnya Dinosaurus adalah bukti bahwa yang bisa bertahan
bukanlah yang paling besar dan bukan yang paling kuat. Yang bisa bertahan
adalah yang mampu beradaptasi."
Contoh binatang
purba yang masih bertahan karena kemampuannya beradaptasi adalah kecoak.
P - Dari @Citra
Yuliasari: Selamat malam saya Citra.
Bagaimana dgn
kita sebagai penulis di era digital ini om? Apakah masih tetep oke kita
menerbitkan buku ? Atau lebih baik menulis di platform digital?
Tetep harus dong bikin buku. Justru inni adalah kesempatan terbaik untuk membuat buku. Kenapa?
Karena buku masih diminati. Dan buku itu
abadi. Berbeda dengan koran yang umurnya cuma sehari dan majalah yang cuma
seminggu.
Buku fisik bisa jadi akan punah juga dan
digantikan dengan e-book dan buku digital. Tapi perkiraan saya masih sangat
lama. Jadi manfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya. Ditunggu ya buku
barunya.
P - Malam Ombud, Kang
Asep, Mau bertanya, apakah story telling untuk iklan termasuk copywriting?
Kapan kita gunakan story telling?
J- Nah, pertanyaan bagus. Tapi
gak bisa dijawab sekarang. Karena itu materi buat besok. Materinya panjang
banget. Bahkan dua hari berturut2 kita akan mempelajari storytelling besok
malam dan lusa.
P - Om Bud, bagaimana nasib media
lain spt tv dan radio? Apakah akan punah juga?
J - Kalo itu gak akan punah perkiraan
saya. Karena kebutuhan mendengarkan radio biasanya bukan hanya untuk keperluan
informasi. Tapi orang membutuhkan teman di saat kemacetan. Itu sebabnya
saya suka marahain temen saya yg suka ngomel gara2 macet, padahal dia kerja di
radio. Macet itu berkah buat orang radio.
Begitu juga TV. Banyak orang nyalain TV
karena diabutuh bunyi-bunyian di dalam rumahnya. Sering banget saya
ngeliat orang pulang ke rumah langsung nyalain TV. Abis itu mereka mandi, makan
dll. Lucu, kan? Mereka nyalain TV padahal TV-nya gak mereka tonton.
P - Masa SMP-SMA saya penikmat radio
juga om. Menemani setiap tidur malam saya. Bahkan saat terbangun tengah malam,
ada Chanel yg bahkan masih mengudara.
Apa karena sekarang saya sudah tidak mendengarkan
radio lagi/radio masih menjadi media yang eksis sampai saat ini?
J
- Ya itu tadi. Orang butuh teman di kemacetan. Gak enak banget loh pas
macet gak ada bunyi-bunyian. Atau pas nyetir pulang jam 3 pagi, kita perlu
bunyi2an dari radio untuk menetralisir rasa serem.
Kenapa harus
radio? Karrena kita merasa radio itu live, jadi kita beneran merasa ada temen.
Kalo dengerin musik dari HP, kita tau bahwa itu rekaman shg kurang ampuh rasa
ditemeninnya.
Closing.
Temen-temen sekalian.
Digital adalah peradaban
baru. Udah banyak toko-toko dan perusahaan bangkrut gara-gara dirsruption dari
media ini.
Sebaliknya udah banyak juga orang menjadi kaya dengan
memanfaatkan teknologi digital. Misalnya start up-start up yang telah
berubah menjadi Unicorn. Bahkan Jack Ma menjadi orang terkaya
ketiga di China karena memanfaatkan teknologi ini.
Artinya keberadaan digital
sangat penting. Kalo kalian kurang tertarik untuk mendalami dunia digital,
minimal pelajarilah copywritingnya.
Seperti telah saya sampaikan di atas,
digital copywriting itu sangat berbeda dengan traditional
copywriting.
Media satu arah tentu saja berbeda dengan media dua arah.
Media dua arah adalah media di mana faktor 'INTERAKTIF" adalah kunci
utamanya.
Sekian untuk malam ini. Wabillahi taufik wal hidayah,
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh.
Demikian kuliah Om Bud yang selalu menjadi TERBARU bagi group THE WRITERS.
DITULIS KEMBALI OLEH : NANI KUSMIYATI
Wahhhhh lengkap dan sangat bermanfaat Buuuu. Terima kasih tlh berbagi. Smg mjd inspirasi bagi diri ini.
ReplyDeleteMasyaAllah obu..luar biasa.. Mksih tlh berbagi.
ReplyDeleteLengkap sekali, kalau ada kata di atas kata luar biasa maka saya akan berikan kata itu buat resume yang ditulis bu bu nani. Saya baca dari awal....terima kasih buat saya belajar
ReplyDelete