Mendisain Long Distance Learning dengan bpk Indra Charismiadji.
By Nani
Hari Senin Tanggal 1 Januari 2020, kami mengikuti materi Belajar Menulis bersama penyelenggara yang super sabar, Omjay melalui Webex Meeting Conference. Sebagai narasumber adalah bapak Indra Charismiadji, Pengamat dan Praktisi di dunia Pendidikan yang populer dengan 'Pembelajaran Abad 21.' Beliau juga penggagas E-Sabak, Mendesain Pembelajaran Jarak Jauh .
Pada awal Pertemuannya beliau menanyakan pengalaman peserta dalam mengajar menggunakan Daring (Dalam jaringan/ online) dan tidak menggunakan luring ( luar jaringan / offline) selama pandemi Covid-19. Beliau juga menanyakan 4 pilar pendidikan dari UNESCO.
Bapak Idra berpendapat, para guru masih disibukkan dengan materi atau konten di dalam pengajaran, namun belum terfokus pada cara belajar secara digitalisasi. Dalam peningkatan kualitas suatu bangsa guru perlu mengetahui dan mengaplikasikan empat pilar pendidikan dari UNESCO (United Nations, Educational Scientific and Cultural Organization) yaitu 1. Learning to know (belajar untuk tahu), 2. Learning to do (belajar untuk melakukan), 3. Learning to be (belajar untuk menjadi sesuatu), dan 4. Learning to live together (belajar untuk hidup bersama).
1. Learning to know (belajar untuk tahu), memiliki arti peserta didik diharapkan dapat mencari dan mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya melalui pengalaman-pengalaman mereka atau orang lain. Learning to know selalu mengajarkan arti penting sebuah pengetahuan karena sebenarnya di dalam Learning to know terdapat Learning to learn yaitu peserta didik belajar memahami apa yang ada disekitarnya, menjadikan mereka lebih kritis dan bersemangat di dalam belajar karena hal ini merupakan bagian dari proses belajar (usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dan interaksi dengan lingkungannya) jadi mendapatkan ilmu tidak hanya dari bangku sekolah.
(Ref. https://www.silabus.web.id/pengertian-empat-pilar-pendidikan/)
2. Learning to do (belajar untuk melakukan), peserta didik diajak untuk ikut serta dalam memecahkan masalah yang ada disekitarnya melalui tindakan nyata; menerapkan ilmu yang didapat, dan bekerja sama dalam sebuah tim untuk mendapatkan solusi dari suatu permasalahan diberbagai situasi dan kondisi.
3. Learning to be (belajar untuk menjadi sesuatu), pentingnya mendidik dan melatih peserta didik agar menjadi pribadi yang mandiri yang dapat mewujudkan cita-cita dan dan impian mereka sesuai dengan bakat, minat dan kondisi lingkungannya. Guru sebagai fasilitator dan mediator untuk kemajuan peserta didiknya.
4. Learning to live together (belajar untuk hidup bersama) yaitu menanamkan kesadaran para peserta didiknya bahwa mereka adalah bagian dari kelompok masyarakat dari berbagai etnis sehingga mereka mampu bersosialisasi dan menyesuaikan diri dalam kehidupan bermasyarakat.
Para pengajar harus menekankan pada cara mengajar 'How', bukan pada 'What'. What to learn yang merupakan konten mengajar dapat berubah sesuai dengan perkmbangan jaman dan jika para pengajar hanya terfokus pada apa yang diajarkan maka tidak akan dapat mengikuti perkembangan jaman.
Bapak Indra juga menjelaskan bahwa saat ini para peserta didik yang saat ini duduk di bangku Sekolah Dasar akan bekerja pada bidang yang belum Tercipta (World Economic Forum 2018). Sehingga proses mengajar haruslah terfokus pada How to Learn.
Peran Guru di Abad 21
Bapak Indra menanyakan apakah segala sesuatu yang diajarkan pada siswa ada di internet? Jika iya, tentunya siswa juga akan mampu mencari materi di sumber yang sama (internet). Sehingga apakah perlu guru masih harus mengajar di kelas? Pada kenyataannya banyak siswa atau generasi muda yang menjadi youtuber, selebgram, dan bahkan guru tidak tahu caranya untuk menjadi seperti mereka. Kolaborasi guru dan siswa sangatlah dibutuhkan, dan fungsi guru tetap sama yaitu sebagai contoh, motivator, dan fasilator. Bapak Indra juga menyebutkan falsafah dari Ki Hadjar Dewantara : ing ngarsa sung tuladha (didepan memberi contoh), ing madya mangun karso (ditengah memberi semangat), tut wuri handayani (dibelakang memberikan daya kekuatan). Sebagai guru wajib mengarahkan siswanya untuk mencari dan mendorong apa yang diminatinya.
3I Framework
Terdapat 3 hal penting sebagai framework di dunia pendidikan:
1. Infrastruktur, berkaitan dengan apa yang akan kita gunakan dalam pembelajaran. Perlukan terus menggunakan ceramah, sreaming video. pembelajaran online dan offline yang seimbang sangat disarankan.
2. Infostruktur, Setiap sekolah sebaiknya memiliki domain untuk web dalam pembelajaran daring/ online, sehingga memiliki pusat data terpadu dan menjaga keamanan informasi.
3. Infokultur, Kultur di era digital harus dibangun dilingkungan sekolah sehingga menjadikan hal yang bukan baru lagi.
Beberapa peserta menyatakan bahwa banyak kesulitan dalam mengajar dengan daring/ online diantaranya tidak adanya jaringan internet yang bagus, tidak cukupnya kuota untuk berinternet, para siswa masih banyak menggunakan internet untuk games.
Bapak Indra menanyakan apakah segala sesuatu yang diajarkan pada siswa ada di internet? Jika iya, tentunya siswa juga akan mampu mencari materi di sumber yang sama (internet). Sehingga apakah perlu guru masih harus mengajar di kelas? Pada kenyataannya banyak siswa atau generasi muda yang menjadi youtuber, selebgram, dan bahkan guru tidak tahu caranya untuk menjadi seperti mereka. Kolaborasi guru dan siswa sangatlah dibutuhkan, dan fungsi guru tetap sama yaitu sebagai contoh, motivator, dan fasilator. Bapak Indra juga menyebutkan falsafah dari Ki Hadjar Dewantara : ing ngarsa sung tuladha (didepan memberi contoh), ing madya mangun karso (ditengah memberi semangat), tut wuri handayani (dibelakang memberikan daya kekuatan). Sebagai guru wajib mengarahkan siswanya untuk mencari dan mendorong apa yang diminatinya.
3I Framework
Terdapat 3 hal penting sebagai framework di dunia pendidikan:
1. Infrastruktur, berkaitan dengan apa yang akan kita gunakan dalam pembelajaran. Perlukan terus menggunakan ceramah, sreaming video. pembelajaran online dan offline yang seimbang sangat disarankan.
2. Infostruktur, Setiap sekolah sebaiknya memiliki domain untuk web dalam pembelajaran daring/ online, sehingga memiliki pusat data terpadu dan menjaga keamanan informasi.
3. Infokultur, Kultur di era digital harus dibangun dilingkungan sekolah sehingga menjadikan hal yang bukan baru lagi.
Beberapa peserta menyatakan bahwa banyak kesulitan dalam mengajar dengan daring/ online diantaranya tidak adanya jaringan internet yang bagus, tidak cukupnya kuota untuk berinternet, para siswa masih banyak menggunakan internet untuk games.
Pendidikan di abad 21 akan menjadi optimal jika 3I Framework terpenuhi.
kita selalu ditantang untuk melakukan inovasi baru di kelas yg kita kelola, di sinilah tantangan kita untuk membuat disain pembelajarn jarak jauh tanp bertatap muka, https://membangunpersonalbranding.blogspot.com/2020/04/menulis-momen-spesial-kala-mengajar-di.html
ReplyDeleteLuar biasa...semoga bermanfaat bagi kita semua.
ReplyDeleteTerima Om Jay dan Bpk Suheri atas comment nya. Sekarang 24 siswa bahasa Inggris saya sudah punya blog semua dan mengerjakan tugas-tugas dari saya di blog, seperti bapak ibu kerjakan. Mereka mulai bersemangat untuk menulis
ReplyDelete