ATASAN YANG TIDAK BERSAHABAT
Wah tidak enak jika kita
mendapatkan atasan yang tidak bersahabat. Apapun yang akan kita lakukan tidak
akan pernah di terima. Melakukan hal yang benar tidak akan mendapat pujian dan
melakukan hal salah akan dihujat habis-habisan. Atasan semacam ini selalu
berprinsip hanya dia yang benar dan orang lain tidak ada yang benar. Atasan ini
biasanya ada pada seorang wanita single
(namun tidak semua ya). Saya dapat
mengatakan hal ini karena saya pernah memiliki pengalaman mendapatkan atasan
semacam ini.
Awalnya saya bangga memiliki
atasan wanita yang pandai dan memiliki kepercayaan diri ketika berada di depan
umum atau menangani suatu hal. Dia selalu tampil di depan untuk menyuarakan
idenya. Namun ketika berjalan beberapa hari bekerja bersamanya saya mulai
merasakan sesuatu yang tidak benar menurut saya. Karena setiap kali terdapat
percakapan dengan beberapa orang, dia selalu mendominasi percakapaan, bahkan
tidak ada kesempatan sedikitpun untuk orang lain mengungkapkan pendapatnya.
Ketika seseorang hendak berkata seperti, “Maaf menurut saya .. “ Dia langsung
memotongnya, “Itu dibahasa nanti saja.” Padahal orang tersebut belum menyatakan
kalimat yang lengkap. Pada akhirnya orang tersebut diam dan pergi tanpa permisi.
Jika saya mendapati keadaan yang
demikian, yaitu salah satu dari orang yang kita ajak bicara meninggalkan tempat
tanpa pamit, maka saya akan mengevaluasi pasti ada yang salah dengan saya. Namun kondisi tersebut tidak disadari oleh
atasan wanita saya tersebut. Tidak berapa lama orang yang lainnya mulai menguap
berkali-kali, namun masih mengangguk-angguk berusaha untuk mendengarkan. Lagi-lagi
atasan wanita saya itu tidak perduli dan masih terus berbicara tanpa titik
koma. Akhirnya dengan sedikit sopan orang tersebut pamit meninggalkan tempat
karena akan rapat. Tinggallah saya dan dua anak buah saya. Pikiran saya
sebenarnya sudah mengembara kemana-mana karena topik yang dibahas menjadi
kurang menarik dan ada satu pekerjaan yang belum saya selesaikan. Sementara
waktu berjalan sangat cepat.
Saya bersyukur ketika tiba-tiba
ada telpon berdering untuk atasan saya. Otomatis pembicaraan selesai. Kembali
dengan suara lantang dia berbicara di telpon dan terkesan memaki-maki orang
yang menelpon. Saya kembali ke meja kerja saya dan mulailah meneruskan
pekerjaan yang tertunda. Saya tidak memperdulikan lagi apa yang sedang dia
bicarakan dengan penelpon. Ketika telpon selesai, atasan saya keluar ruangan
tanpa kata sepatahpun.
Saya berusaha sabar dan
mengevaluasi apa sebenarnya yang terjadi padanya. Kejadian yang tidak nyaman itu terjadi tidak
hanya sekali namun berkali-kali. Suatu hari saya memperhatikan atasan wanita
saya sedang menghardik tukang foto karena dia tidak mengarahkan tamu untuk
berfoto di luar namun di dalam ruangan. Wajah tukang foto itu tampak merah
padam menahan marah namun diam, karena pangkatnya rendah dia tidak berani mengatakan
alasannya. Padahal untuk mengatur pose dan lokasi untuk berfoto bukan menjadi
tanggungjawab atasan wanita saya namun bagian lain. Dan tukang foto tersebut
bukan anak buahnya langsung.
Hampir setiap orang
membicarakan tentang atasan wanita saya itu. Dan bahkan orang-orang yang
bertemu dengannya berusaha menghindar. Saya sebenarnya kasihan karena jika saya
perhatikan ketika dia berjalan dari gedung yang satu ke gedung lain tidak ada
yang menemani dan seperti ada yang dipikirkan. Namun seringkali dia tidak
menghargai keberadaan saya ketika kantor kami menerima tamu asing untuk
rapat. Padahal saya hanya ingin membantu
agar rapat dapat berjalan dengan lancar dan memberikan impresi yang bagus terhadap
kantor saya. Saat itu bos di atas atasan saya meminta saya untuk duduk
disebelahnya namun atasan wanita saya menyuruh saya keluar ruang rapat sambil
menunjuk-nunjuk.
Aduh, serasa malu dan
tersinggung saya dibuatnya. Saya
langsung meninggalkan ruang rapat dan saya tidak perduli lagi apa yang terjadi
disana. Saya benar-benar tidak mengerti
tentang pola pikirnya yang susah untuk diikuti. Rasa kagum saya terhadapnya sirna begitu saja.
Saya merasa tidak ada nilai plus dengan karakternya. Mungkin karena sikap
otoriternya menjauhkan dia dari jodohnya. Saya berusaha positve thinking dan tetap mendoakan semoga Allah SWT memberikan
hidayah kepadanya menjadi atasan yang disayang anak buahnya dan bukan ditakuti.
Sayapun mulai lebih berhati-hati
menghadapinya. Jika saya merasa kesal saya lebih baik diam dan menghindar. Ketika
dia marah di whatsApp group, saya tidak memberikan komen sama
sekali kecuali jika dia bertanya. Jika jawaban saya masih dianggap tidak
memuaskan dia, saya tidak akan menjawab lagi hingga beberapa jam kemudian. Saya
ingin memberikan ruang untuk dia lebih merenung dan berfikir. Sayapun juga
berusaha menganalisa kesalahan apa yang telah saya perbuat ketika saya menjawab
pertanyaannya. Kemudian saya menenangkan
diri karena saya tidak ingin berkonfrontasi denganya.
Jika kejadian itu sudah
berlalu saya mulai melaporkan kegiatan-kegiatan yang telah saya lakukan dan
saya tidak perduli lagi apa pendapat dia tentang kegiatan yang sudah saya laporkan. Jika ada komplin tentang pekerjaan saya dan
komplin tersebut masih masuk akal,
tentunya akan saya perbaiki. Jika diluar kemampuan saya, saya cukup bilang maaf
dan siap salah. Apapun yang akan atasan saya katakan, cukup ditelan saja. Karena
apapun yang saya ucapkan pasti akan berkenan dihatinya.
Maka untuk menyikapi hal ini
saya cukup bersabar dan berdoa. Doa terbesar semoga dia segera dipertemukan
jodohnya dan semoga tidak menjadi atasan saya lagi (wah sadis ya).
Dengan belajar dari apa yang
telah saya alami, saya berharap semoga saya bukan seseorang atasan yang bertipe
seperti dia. Karena bawahan saya haruslah merasa nyaman dan aman agar mereka
dapat bekerja maksimal tanpa tekanan. Saya menginginkan suasana kerja yang
hangat, penuh dengan kekeluargaan. Namun
semua itu tidak akan tercipta hanya niat dari seseorang di dalam team kerja.
Niat itu harus dimiliki oleh anggota lainnya di dalam team tersebut.
Jonggol, 4 Juli 2022
NANI KUSMIYATI
#lombamenulisblogpgri
#tantanganmenulissetiaphari
#Day 25
No comments:
Post a Comment