Thursday, December 24, 2020

KENANGAN SEPULUH TAHUN YANG LALU.


KENANGAN SEPULUH TAHUN YANG LALU.

Peristiwa itu sudah terjadi sepuluh tahun yang lalu, tapi serasa baru kemaren. Sebenarnya Runi tidak ingin mengingat-ingat peristiwa itu, karena membuat hatinya terluka. Putra pertamanya harus meninggalkannya karena harus menghadap Sang Pencipta yang memiliki segalanya. Tidak pernah terpikirkan akan secepat itu kejadiannya. Yang selalu terlintas dibenak Runi adalah senyumannya, lesung pipit di pipi kanan dan gigi gingsulnya. Rambut ikal, bulu mata lentik, alis tebal dan badan atletis. Memiliki segudang talenta mulai dari berolah raga, lari, basket, jumpalitan, seperti atlit loncat indah. Menyukai musik dan menyanyi. Gitar dan organ sering dia mainkan. Terkadang Runibernyanyi lagu-lagu dari Group Band Kotak dan putra gantengnya itu memainkan organ. Airmata Runi tiba-tiba mengalir membasahi pipinya. Ingin rasanya Runi mengingat moment-moment bahagia itu dan tak ingin mengingat kejadian buruk yang dia alami tentang putranya.

Runi menyeka air matanya dan berjalan menuju beranda di lantai dua. Dia lihat lalu lalang orang mengendarai sepeda motor dengan barang-barang tergantung dikanan kiri boncengan motornya. Tiba-tiba matanya tertuju ke sekelompok ibu-ibu yang sedang membawa buku di tangan kirinya sambil berbincang-bincang begitu asiknya tanpa menghiraukan kanan kirinya. Tiba-tiba mobil berwarna hitam keluar dari cluster perumahan secara tiba-tiba dan hampir menabrak ibu-ibu itu. Untung driver mobil cukup lihai untuk menginjakkan rem sehingga ibu-ibu itu tidak tertabrak, hanya kaget dan bukunya berjatuhan. Runi berlari kecil menuruni tangga untuk melihat kejadiannya lebih dekat sambil membawa beberapa botol air mineral. Ketika sampai ditempat kejadian itu, Runi berteriak, bu Tuti, bu Adi,..dirimu!” Sontak keduanya menegok ke Runi seraya berseru hampir berbarengan,.bu Runi!”, tinggal di daerah sini?” Runi mengangguk dan memberikan air mineral ke ibu-ibu yang dia kenal juga dua ibu lainnya. Ibu-ibu itu segera membuka botol air mineral dan mengucap lirih,”Bismillah..” dan meneguk air itu setengah botol. Mereka nampak sedikit lega.

 “Ini mau kemana ibu-ibu cantik?” tanya Runi lagi. “Kita mau ke tempat Cluster diujung sana.“ Ibu Tuti menunjuk dan melanjutkan penjelasannya, “ Ini kita mau kasihkan buku-buku kuliah yang pernah kita pakai ke rumah PERPUSTAKAAN PRIBADI agar dapat dibaca orang lain yang membutuhkannya. Runi kagum kepada temen-temennya yang memiliki jiwa sosial terhadap orang lain dan mau memintarkan orang lain bahkan yang tidak mereka kenal sekalipun.

“Yuk mampir ke rumahku.” Ajak Runi lagi. Mereka serempak menggelengkan kepala dan temen Runi yang bernama Tuti berujar, ”Lain waktu ya bu Runi, kita agak terburu-buru nich karena mau ada acara lagi. Itu rumah bu Rani kan!” jari telunjuk bu Tuti mengarahkan ke Rumah bercat biru. “Bukan yang bercat biru bu Tuti, tapi yang bercat abu-abu.” jelas Runi lagi. “Ooo,..maaf, saya super yakin ya,“ sambil tersenyum. Ibu-ibu itu sudah lupa dengan kejadian yang baru saja menimpanya dan bahkan mobil hitam itu sudah hilang dari pandangan mereka. “Bu Runi kami jalan dulu ya, terima kasih air minumnya.” Bu Adi berkata sambil tersenyum.

Kelompok ibu-ibu meninggalkan Runi sendirian sambil melambaikan tangan. Runi tertegun sejenak sambil melihat ibu-ibu menghilang dari pandangannya dan kembali ke rumah menaiki tangga kedua dimana dia banyak beraktivitas.Pikirannya mulai menerawang ketika masa-masa kuliah S2 di Campus, di Jalan Batu dekat Stasiun Gambir. Dia mengambil jurusan Management Sumber Daya Manusia (MSDM). Sebenarnya S2 yang dia pelajari tidak sejalur dengan S1 yang dia ambil. Walau sebenarnya masih agak berkaitan dengan S1 nya. S1 Pendidikan Bahasa Inggris yang dia pelajari lima tahun sebelum dia meneruskan S2 nya di Universitas Islam di daerah Pondok Gede. Runi mendapatkan biaya S1 dari kantornya. Dia sendiri sebenarnya tidak mengajukan untuk meneruskan S1 karena dia pikir masih tergolong baru di kantor tempat dia bekerja. Bosnya memang menyukai pendidikan. Setiap karyawannya harus memiliki titel minimal S1. Dan ketika Runi hanya memiliki D3 Bahasa Inggris maka bos Runi memerintahkan bagian personel untuk membertahukannya kalau dia harus melanjutkan S1 Bahasa Inggris.

Runi teramat bersyukur mendapat kesempatan itu, padahal dia baru saja pulang dari Australia untuk mengikuti kursus dasar Bahasa Inggris atau disebut Methodology English Language Teaching (MELT). Sebenarnya dia merasa tidak enak dengan teman-teman sekantornya. Karena dia yakin tidak semua akan senang dengan keberhasilannya. Dengan niat baik dan Bismillah,. semua dapat terlewati dan selesai S1 tepat waktu.

Karena kiprahnya di dunia pendidikan terutama mengajarkan personel-personel di kantornya bahasa Inggris, maka bosnya merekomendasikan agar Runi melanjutkan S2. Kali ini Runi bebas menentukan jurusan yang dia sukai. Dan akhirmya dia memilih S2 MSDM. Berangkat bersama-sama senior-senior di institusi berbeda namun masih satu gedung. Senior-senior Runi semuanya pria. Tapi mereka baik-baik. berangkat bersama-sama satu mobil dan pulang bersama-sama satu mobil juga. Namun titik poin mereka berangkat dan pulang masih di lokasi gedung kantornya. Untuk sampai dirumah, Runi masih dapat tumpangan salah satu seniornya yang tinggal di daerah Cilengsi. Biasanya dia turun di dekat pertokoan yang cukup terang dan bukan tempat yang sepi.

Runi sudah teramat bersyukur dapat tumpangan walau tidak sampai rumah. Untuk menuju rumah dia hanya sekali naik angkot kurang lebih 30 menit. Dan biasanya agak lama menunggu angkot tersebut karena sudah larut dan angkot mulai jarang-jarang ada. Dan umumnya masih banyak penumpangnya yang menunggu dan berebut naik. Itu biasanya jika naik dari bawah jembatan Cilengsi. Namun Runi dapat tumpangan melewati jembatan itu. Dia selalu berdoa sepanjang jalan dan dimanapun agar perjalanannya tidak menemui kendala sampai di rumah. Sempat terlintas dipikirannya, untuk apa dia harus meneruskan S2 nya, padahal S1 saja cukup. Namun kesempatan S2 itu ditawarkan kepadanya cuma-cuma walau dia harus merogoh sakunya untuk biaya transportasi dan membeli buku-buku. Namun rejeki itu selalu ada. Runi sangat yakin bahwa banyak manfaat yang dia dapat jika dia dapat menyelesaikan S2 nya. Untuk mencapai kehidupan yang lebih baik memang diperlukan pengorbanan seperti saat itu dia harus pulang larut dan terkadang hujan deras.

Untuk mencapai perumahannya dia harus naik ojek. Namun karena anak pertamanya itu yang selalu siap siaga maka Runi merasa aman sampai di rumah. Tapi terkadang dia merasa was-was dan berdoa semoga putranya dilindingungi oleh Tuhan sehingga dapat menjemputnya.

Dengan mengenakan jaket dan topi yang selalu dikenakan putranya, sangat mudah bagi Runi mengenali putranya walau ditengah kerumunan.Terkadang putranya mengenakan kaos oblong dan celana pendek dengan bau kecut khas karena selesai olah raga sudah menantinya di pertigaan. Runi kadang meledek, “Mas harum baunya, tapi mamah harus menutupi hidung mamah.” Putranya hanya nyengir sambil terus melaju menuju rumah.

“Ah..mengapa kenangan itu datang lagi.” Desahnya. Senyum itu sering melintas dikepalanya. Runi menghela napas seraya membaca Alfatehah untuk putranya yang akhir-akhir ini menghapirinya. Dia melihat diluar sudah mulai gelap. Dia tidak sadar jika dia sudah berdiri hampir satu jam memperhatikan jalanan namun pikirannya menerawang ditempat lain dimana momen-momen bahagia yang dia alami dengan putra pertamanya.

Secangkir kopi hitam tanpa gula dan teh manis siap untuk diminum, juga sepiring tempe dan tahu goreng sebagai pelengkap kebersamaan di sore hari. Runi dan keluarga kecilnya selalu menggunakan waktunya untuk berbincang-bincang ringan tentang topik apa saja. Memang kadang-kadang ada perdebatan tatkala topik yang dibahas tidak sejalan dengan pikirannya masing-masing. Putra keduanya yang kini menjadi putra tunggalnya juga ikut nimbrung dengan secangkir coklat panas. Tidak terasa putra keduanya sudah besar sangat mirip dengan abangnya yang telah meninggal. Putra keduanya sedang kuliah di Perguruan Tinggi di Jakarta dan mengambil Bahasa Inggris seperti dirinya. Saat ini putra keduanya sudah semester enam. Sebentar lagi akan disibukkan dengan pembuatan skripsinya. Dan pasti akan meminta mamahnya untuk membantu mencarikan judul, membuat draft proposalnya. Putra keduanya ini lebih manja tapi masih bertanggung jawab.

Teh tinggal sekali hirup dan segera menguap dari cangkir bermotif bunga-bunga kecil. Runi tidak banyak memakan gorengan karena dia ingin hidup sehat. Sedangkan suaminya masih menikmati berita-berita yang ada di TV yang kadang membuatnya kesal karena berita itu ditayangkan berulang-ulang. Memang tayangan di TV kalau tidak berita tentang korban Covid pasti sinetron yang pernah tayang. Demikian juga putranya lebih suka melihat hiburan melalui YouTube atau menikmati lagu-lagu Barat kesukaannya.

Jam di dinding kamarnya menunjukkan pukul 21.00. “Wah waktu cepat sekali ya,” gumamnya. Putranya ikutan melihat jam yang bertengger di dinding sembari mengernyitkan dahinya tidak percaya. Kemudian dia mengecek jam yang ada di Hp nya dan dia dapati jam di dinding berjalan lebih cepat satu jam. “Mah yang benar masih jam 20.00.” Jam dinding itu kecepatan satu jam.” Jelas putranya. Suaminya ikut melihat jam dinding itu seraya menimpali perkataan putranya. “Jam dinding itu sepertinya perlu di ganti dengan yang baru. Papah baru ganti baterainya, malah kecepatan. Klo baterai hampir habis, jalannya lambat atau mati.”

Jam itu memang sudah lama dimiliki keluarga Runi, hadiah dari kantornya ketika Runi menang lomba cerdas cermat antar bagian yang biasanya diadakan ketika bulan Ramadhan. “Mah, Pah,.aku ke kamarku dulu ya, ada PR dari kampus, besok harus dikirim.”  pamit putranya sembari meninggalkan Runi dan suaminya. “Mas jangan tidur malam-malam ya. Besok mamah diantar ke bus kantor” Celetuk Runi. “Siap mah.” Jawab putranya sambil menutup pintu kamar.

Dalam hati, Runi berdoa semoga putra satu-satunya akan menjadi pria baik yang bertanggung jawab dan selalu mendapatkan keberuntungan. Kemudian Runi membawa cangkir-cangkir kotor untuk di cuci dan memasak nasi untuk sarapan esok pagi. Sengaja dia kerjakan di malam hari agar pagi tidak terburu-buru. Runi lebih suka memasak nasi dengan menggunakan dandang diatas kompor daripada menggunakan rice cooker. Memang jaman sudah modern, namun kebiasaan memasak nasi seperti itu tidak ingin dia tinggalkan. Karena selain lebih cepat, rasa hasil masakan dengan menggunakan dandang dan kompor lebih punel (enak).

Setelah selesai dengan aktivitas di dapur, Runi menyiapkan tas kerjanya dengan beberapa buku untuk mengajar daring. Kemudian melanjutkan beberapa ketikan materi yang akan diajarkan setelah apel pagi. Jari-jemarinya begitu lincah mengetik diatas key board laptopnya yang setiap malam menemaninya. Tiba-tiba dia berhenti sesaat,.. teringat dia belum menyelesaikan proposal S3 nya. Dan dua hari lagi akan dibaca Co-promotornya. Ah,..tinggal sedikit,” gumamnya. Dia berusaha menyelesaikan materi untuk murid-muridnya. Kemudian dia beranjak untuk segera wudhu untuk sholat Isha, takut keburu ngantuk sebelum memulai mengetik proposal disertasinya.

Doa-doa dipanjatkan setelah selesai sholat. Doa untuk kedua orang tuanya, kedua putranya yang telah meninggalkannya dan yang masih menemaninya. Doa untuk suami agar tetap sehat dan dapat mendampinginya. Suami Runi sudah tidak bekerja lagi karena memang sudah pensiun secara paksa dari perhotelan di Jakarta. Tepatnya di PHK, dan diberi sedikit pesangon yang tidak akan cukup untuk membuka bisnis. PHK besar-besaran bagi seluruh karyawan dan manajernya karena kepemilikannya diambil oleh swasta. Runi masih bersyukur karena suaminya tidak depresi seperti teman-temannya. Yang terpenting bagi Runi, suaminya sehat saat ini. Dan suaminya masih ada kegiatan bisnis walau di rumah dengan hasil tidak banyak namun masih cukup untuk membantu kebutuhan sehari-hari.

Di doa terakhirnya Runi memohon agar dia dan keluarganya diberikan kesehatan dan dijauhkan dari segala mara bahaya dan keburukan. Rangkaian-rangkaian doa dia panjatkan dengan khidmat. Kembali bayangan putra pertamanya melintas di benaknya,..senyumannya... “Permata hatiku,.semoga engkau tenang disisi Sang Pencipta. Bantu mamah ya untuk menyelesaikan disertasi mamah.” gumam Runi seolah-olah putranya mendengarkannya.

Runi segera beranjak dari tempatnya berdoa dan segera menuju laptopnya. Dia tidak ingin teralu larut untuk meneruskan revisi proposalnya. Musik relax terapi dari Leo Rojas mengiringi Runi mengerjakan revisi proposalnya. “Alhamdulillah,”gumamnya seraya beranjak dari tempat duduknya dan mulai menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, membungkuk dan berdiri beberapa kali untuk menghilangkan rasa capeknya. Matanya melirik jam di Hp nya sudah menunjukkan pukul 23.30, matanya mulai berat dan semakin berat. Dia simpan seluruh filenya dan mematikan laptopnya, menuju ketempat tidurnya untuk merilexkan persendian-persendian tubuhnya dan terutama kepalanya yang mulai memanas. Dengan senyum lega dan berdoa sebelum tidur, akhirnya Runi benar-benar  terlelap tidur.

Alarm berdering sayup-sayup dari kamar putra keduanya. Runi masih enggan untuk bangun. Dia melirik jam di Hpnya menujukkan pukul 04.00. “Oh,.alarmku belum aku setting semalam.” desisnya. Matanya masih lengket,..dengan memicingkan mata kirinya dia berusaha menyetel alarmnya menjadi jam 04.30 agar dia bisa melanjutkan tidurnya, melanjutkan mimpinya bersama putra pertamanya. Ketika hendak tidur lagi suaminya membangunkannya,”Maah..maah.. bangun,.nanti terlambat kerja dan sebentar lagi sholat subuh.” Benar juga pikir Runi, sambil bangun pelan-pelan berjalan menuju kamar mandi.

Serasa segar tubuhnya, selesai mandi. Selesai sholat Subuh berjamaan dengan suami dan anaknya, Runi mengenakan baju seragamnya dan berangkat kerja. Bus kantor sudah menunggu di ujung jalan, lumayan jauh. Agar tidak terlambat Runi diantar putranya.

Bus melaju perlahan dan semakin kencang,. lagu-lagu group bank kotak terdengar lagi, Runi berusaha tidak mengingat-ingat kenangangan 10 tahun itu tapi dia tak kuasa menghindarinya. Bus terus melaju, dan Runi tertidur lagi. Runi sudah terbiasa naik bus kantor dan dalam perjalanan satu jam kekantornya membuat Runi lebih mudah tidur dibandingkan di rumah. Runi tiba-tiba terbangun karena penumpang yang terjaga tiba-tiba berteriak karena bus hampir menabrak motor ibu-ibu yang ngerem mendadak. Ketika Runi menengok kearah jendela, bus kantornya berhenti di depan areal pemakaman putranya. Runi menyapa, “Mas,.mamah lewat ya, hari Minggu mamah akan berziarah y.” begitu gumamnya. Runi berusaha untuk tidak menangis namun matanya tetap berkaca-kaca. Hanya dapat mengirimkan Alfatehah untuk putra pertamanya. Kenangan sepuluh tahun lalu masih tetap berbekas dibenaknya. Dan tak mungkin hilang. Bus melaju semakin cepat meninggalkan areal pemakaman, meninggalkan permata hatinya yang tidur tenang disana.

PROJECT NUBAR OMERA



  

 

 

 

 

 

 


1 comment:

NYANYIAN ALAM

  pexels-alex-azabache-3214944 NYANYIAN ALAM   Deburan ombak Desiran angin Gemerisik daun kering Berpadu indah menenangkan hati ...