KENANGAN
SEPULUH TAHUN YANG LALU.
Peristiwa
itu sudah terjadi sepuluh tahun yang lalu, tapi serasa baru kemaren. Sebenarnya
Runi tidak ingin mengingat-ingat peristiwa itu, karena membuat hatinya terluka.
Putra pertamanya harus meninggalkannya karena harus menghadap Sang Pencipta
yang memiliki segalanya. Tidak pernah terpikirkan akan secepat itu kejadiannya.
Yang selalu terlintas dibenak Runi adalah senyumannya, lesung pipit di pipi kanan
dan gigi gingsulnya. Rambut ikal, bulu mata lentik, alis tebal dan badan
atletis. Memiliki segudang talenta mulai dari berolah raga, lari, basket, jumpalitan,
seperti atlit loncat indah. Menyukai musik dan menyanyi. Gitar dan organ sering
dia mainkan. Terkadang Runibernyanyi lagu-lagu dari Group Band Kotak dan putra
gantengnya itu memainkan organ. Airmata Runi tiba-tiba mengalir membasahi
pipinya. Ingin rasanya Runi mengingat moment-moment bahagia itu dan tak ingin
mengingat kejadian buruk yang dia alami tentang putranya.
Runi
menyeka air matanya dan berjalan menuju beranda di lantai dua. Dia lihat lalu
lalang orang mengendarai sepeda motor dengan barang-barang tergantung dikanan
kiri boncengan motornya. Tiba-tiba matanya tertuju ke sekelompok ibu-ibu yang
sedang membawa buku di tangan kirinya sambil berbincang-bincang begitu asiknya
tanpa menghiraukan kanan kirinya. Tiba-tiba mobil berwarna hitam keluar dari
cluster perumahan secara tiba-tiba dan hampir menabrak ibu-ibu itu. Untung
driver mobil cukup lihai untuk menginjakkan rem sehingga ibu-ibu itu tidak
tertabrak, hanya kaget dan bukunya berjatuhan. Runi berlari kecil menuruni
tangga untuk melihat kejadiannya lebih dekat sambil membawa beberapa botol air
mineral. Ketika sampai ditempat kejadian itu, Runi berteriak, bu Tuti, bu Adi,..dirimu!”
Sontak keduanya menegok ke Runi seraya berseru hampir berbarengan,.bu Runi!”,
tinggal di daerah sini?” Runi mengangguk dan memberikan air mineral ke ibu-ibu
yang dia kenal juga dua ibu lainnya. Ibu-ibu itu segera membuka botol air
mineral dan mengucap lirih,”Bismillah..” dan meneguk air itu setengah botol.
Mereka nampak sedikit lega.
“Ini mau kemana ibu-ibu cantik?” tanya Runi
lagi. “Kita mau ke tempat Cluster diujung sana.“ Ibu Tuti menunjuk dan
melanjutkan penjelasannya, “ Ini kita mau kasihkan buku-buku kuliah yang pernah
kita pakai ke rumah PERPUSTAKAAN PRIBADI agar dapat dibaca orang lain yang
membutuhkannya. Runi kagum kepada temen-temennya yang memiliki jiwa sosial
terhadap orang lain dan mau memintarkan orang lain bahkan yang tidak mereka
kenal sekalipun.
“Yuk
mampir ke rumahku.” Ajak Runi lagi. Mereka serempak menggelengkan kepala dan
temen Runi yang bernama Tuti berujar, ”Lain waktu ya bu Runi, kita agak
terburu-buru nich karena mau ada acara lagi. Itu rumah bu Rani kan!” jari
telunjuk bu Tuti mengarahkan ke Rumah bercat biru. “Bukan yang bercat biru bu
Tuti, tapi yang bercat abu-abu.” jelas Runi lagi. “Ooo,..maaf, saya super yakin
ya,“ sambil tersenyum. Ibu-ibu itu sudah lupa dengan kejadian yang baru saja
menimpanya dan bahkan mobil hitam itu sudah hilang dari pandangan mereka. “Bu
Runi kami jalan dulu ya, terima kasih air minumnya.” Bu Adi berkata sambil
tersenyum.
Kelompok
ibu-ibu meninggalkan Runi sendirian sambil melambaikan tangan. Runi tertegun
sejenak sambil melihat ibu-ibu menghilang dari pandangannya dan kembali ke
rumah menaiki tangga kedua dimana dia banyak beraktivitas.Pikirannya mulai
menerawang ketika masa-masa kuliah S2 di Campus, di Jalan Batu dekat Stasiun
Gambir. Dia mengambil jurusan Management Sumber Daya Manusia (MSDM). Sebenarnya
S2 yang dia pelajari tidak sejalur dengan S1 yang dia ambil. Walau sebenarnya
masih agak berkaitan dengan S1 nya. S1 Pendidikan Bahasa Inggris yang dia
pelajari lima tahun sebelum dia meneruskan S2 nya di Universitas Islam di
daerah Pondok Gede. Runi mendapatkan biaya S1 dari kantornya. Dia sendiri
sebenarnya tidak mengajukan untuk meneruskan S1 karena dia pikir masih
tergolong baru di kantor tempat dia bekerja. Bosnya memang menyukai pendidikan.
Setiap karyawannya harus memiliki titel minimal S1. Dan ketika Runi hanya
memiliki D3 Bahasa Inggris maka bos Runi memerintahkan bagian personel untuk
membertahukannya kalau dia harus melanjutkan S1 Bahasa Inggris.
Runi
teramat bersyukur mendapat kesempatan itu, padahal dia baru saja pulang dari
Australia untuk mengikuti kursus dasar Bahasa Inggris atau disebut Methodology
English Language Teaching (MELT). Sebenarnya dia merasa tidak enak dengan
teman-teman sekantornya. Karena dia yakin tidak semua akan senang dengan
keberhasilannya. Dengan niat baik dan Bismillah,. semua dapat terlewati dan
selesai S1 tepat waktu.
Karena
kiprahnya di dunia pendidikan terutama mengajarkan personel-personel di
kantornya bahasa Inggris, maka bosnya merekomendasikan agar Runi melanjutkan S2.
Kali ini Runi bebas menentukan jurusan yang dia sukai. Dan akhirmya dia memilih
S2 MSDM. Berangkat bersama-sama senior-senior di institusi berbeda namun masih
satu gedung. Senior-senior Runi semuanya pria. Tapi mereka baik-baik. berangkat
bersama-sama satu mobil dan pulang bersama-sama satu mobil juga. Namun titik
poin mereka berangkat dan pulang masih di lokasi gedung kantornya. Untuk sampai
dirumah, Runi masih dapat tumpangan salah satu seniornya yang tinggal di daerah
Cilengsi. Biasanya dia turun di dekat pertokoan yang cukup terang dan bukan
tempat yang sepi.
Runi
sudah teramat bersyukur dapat tumpangan walau tidak sampai rumah. Untuk menuju
rumah dia hanya sekali naik angkot kurang lebih 30 menit. Dan biasanya agak
lama menunggu angkot tersebut karena sudah larut dan angkot mulai jarang-jarang
ada. Dan umumnya masih banyak penumpangnya yang menunggu dan berebut naik. Itu
biasanya jika naik dari bawah jembatan Cilengsi. Namun Runi dapat tumpangan
melewati jembatan itu. Dia selalu berdoa sepanjang jalan dan dimanapun agar
perjalanannya tidak menemui kendala sampai di rumah. Sempat terlintas
dipikirannya, untuk apa dia harus meneruskan S2 nya, padahal S1 saja cukup.
Namun kesempatan S2 itu ditawarkan kepadanya cuma-cuma walau dia harus merogoh
sakunya untuk biaya transportasi dan membeli buku-buku. Namun rejeki itu selalu
ada. Runi sangat yakin bahwa banyak manfaat yang dia dapat jika dia dapat
menyelesaikan S2 nya. Untuk mencapai kehidupan yang lebih baik memang diperlukan
pengorbanan seperti saat itu dia harus pulang larut dan terkadang hujan deras.
Untuk
mencapai perumahannya dia harus naik ojek. Namun karena anak pertamanya itu
yang selalu siap siaga maka Runi merasa aman sampai di rumah. Tapi terkadang
dia merasa was-was dan berdoa semoga putranya dilindingungi oleh Tuhan sehingga
dapat menjemputnya.
Dengan
mengenakan jaket dan topi yang selalu dikenakan putranya, sangat mudah bagi Runi
mengenali putranya walau ditengah kerumunan.Terkadang putranya mengenakan kaos
oblong dan celana pendek dengan bau kecut khas karena selesai olah raga sudah
menantinya di pertigaan. Runi kadang meledek, “Mas harum baunya, tapi mamah
harus menutupi hidung mamah.” Putranya hanya nyengir sambil terus melaju menuju
rumah.
“Ah..mengapa
kenangan itu datang lagi.” Desahnya. Senyum itu sering melintas dikepalanya.
Runi menghela napas seraya membaca Alfatehah untuk putranya yang akhir-akhir
ini menghapirinya. Dia melihat diluar sudah mulai gelap. Dia tidak sadar jika
dia sudah berdiri hampir satu jam memperhatikan jalanan namun pikirannya
menerawang ditempat lain dimana momen-momen bahagia yang dia alami dengan putra
pertamanya.
Secangkir
kopi hitam tanpa gula dan teh manis siap untuk diminum, juga sepiring tempe dan
tahu goreng sebagai pelengkap kebersamaan di sore hari. Runi dan keluarga
kecilnya selalu menggunakan waktunya untuk berbincang-bincang ringan tentang
topik apa saja. Memang kadang-kadang ada perdebatan tatkala topik yang dibahas
tidak sejalan dengan pikirannya masing-masing. Putra keduanya yang kini menjadi
putra tunggalnya juga ikut nimbrung dengan secangkir coklat panas. Tidak terasa
putra keduanya sudah besar sangat mirip dengan abangnya yang telah meninggal.
Putra keduanya sedang kuliah di Perguruan Tinggi di Jakarta dan mengambil
Bahasa Inggris seperti dirinya. Saat ini putra keduanya sudah semester enam.
Sebentar lagi akan disibukkan dengan pembuatan skripsinya. Dan pasti akan
meminta mamahnya untuk membantu mencarikan judul, membuat draft proposalnya. Putra
keduanya ini lebih manja tapi masih bertanggung jawab.
Teh
tinggal sekali hirup dan segera menguap dari cangkir bermotif bunga-bunga
kecil. Runi tidak banyak memakan gorengan karena dia ingin hidup sehat.
Sedangkan suaminya masih menikmati berita-berita yang ada di TV yang kadang
membuatnya kesal karena berita itu ditayangkan berulang-ulang. Memang tayangan
di TV kalau tidak berita tentang korban Covid pasti sinetron yang pernah tayang.
Demikian juga putranya lebih suka melihat hiburan melalui YouTube atau
menikmati lagu-lagu Barat kesukaannya.
Jam
di dinding kamarnya menunjukkan pukul 21.00. “Wah waktu cepat sekali ya,”
gumamnya. Putranya ikutan melihat jam yang bertengger di dinding sembari
mengernyitkan dahinya tidak percaya. Kemudian dia mengecek jam yang ada di Hp
nya dan dia dapati jam di dinding berjalan lebih cepat satu jam. “Mah yang
benar masih jam 20.00.” Jam dinding itu kecepatan satu jam.” Jelas putranya.
Suaminya ikut melihat jam dinding itu seraya menimpali perkataan putranya. “Jam
dinding itu sepertinya perlu di ganti dengan yang baru. Papah baru ganti baterainya,
malah kecepatan. Klo baterai hampir habis, jalannya lambat atau mati.”
Jam
itu memang sudah lama dimiliki keluarga Runi, hadiah dari kantornya ketika Runi
menang lomba cerdas cermat antar bagian yang biasanya diadakan ketika bulan
Ramadhan. “Mah, Pah,.aku ke kamarku dulu ya, ada PR dari kampus, besok harus
dikirim.” pamit putranya sembari
meninggalkan Runi dan suaminya. “Mas jangan tidur malam-malam ya. Besok mamah
diantar ke bus kantor” Celetuk Runi.
“Siap mah.” Jawab putranya
sambil menutup pintu kamar.
Dalam
hati, Runi berdoa semoga putra satu-satunya akan menjadi pria baik yang
bertanggung jawab dan selalu mendapatkan keberuntungan. Kemudian Runi membawa
cangkir-cangkir kotor untuk di cuci dan memasak nasi untuk sarapan esok pagi. Sengaja
dia kerjakan di malam hari agar pagi tidak terburu-buru. Runi lebih suka memasak nasi dengan
menggunakan dandang diatas kompor daripada menggunakan rice cooker. Memang
jaman sudah modern, namun kebiasaan memasak nasi seperti itu tidak ingin dia
tinggalkan. Karena selain lebih cepat, rasa hasil masakan dengan menggunakan
dandang dan kompor lebih punel (enak).
Setelah
selesai dengan aktivitas di dapur, Runi menyiapkan tas kerjanya dengan beberapa
buku untuk mengajar daring. Kemudian melanjutkan beberapa ketikan materi yang
akan diajarkan setelah apel pagi. Jari-jemarinya begitu lincah mengetik diatas
key board laptopnya yang setiap malam menemaninya. Tiba-tiba dia berhenti
sesaat,.. teringat dia belum menyelesaikan proposal S3 nya. Dan dua hari lagi akan dibaca Co-promotornya. Ah,..tinggal sedikit,”
gumamnya. Dia berusaha menyelesaikan materi untuk murid-muridnya. Kemudian dia
beranjak untuk segera wudhu untuk sholat Isha, takut keburu ngantuk sebelum
memulai mengetik proposal disertasinya.
Doa-doa
dipanjatkan setelah selesai sholat. Doa untuk kedua orang tuanya, kedua
putranya yang telah meninggalkannya dan yang masih menemaninya. Doa untuk suami
agar tetap sehat dan dapat mendampinginya. Suami Runi sudah tidak bekerja lagi
karena memang sudah pensiun secara paksa dari perhotelan di Jakarta. Tepatnya
di PHK, dan diberi sedikit pesangon yang tidak akan cukup untuk membuka bisnis.
PHK besar-besaran bagi seluruh karyawan dan manajernya karena kepemilikannya
diambil oleh swasta. Runi masih bersyukur karena suaminya tidak depresi seperti
teman-temannya. Yang terpenting bagi Runi, suaminya sehat saat ini. Dan suaminya
masih ada kegiatan bisnis walau di rumah dengan hasil tidak banyak namun masih
cukup untuk membantu kebutuhan sehari-hari.
Di
doa terakhirnya Runi memohon agar dia dan keluarganya diberikan kesehatan dan
dijauhkan dari segala mara bahaya dan keburukan. Rangkaian-rangkaian doa dia panjatkan
dengan khidmat. Kembali bayangan putra pertamanya melintas di
benaknya,..senyumannya... “Permata hatiku,.semoga engkau tenang disisi Sang
Pencipta. Bantu mamah ya untuk menyelesaikan disertasi mamah.” gumam Runi
seolah-olah putranya mendengarkannya.
Runi
segera beranjak dari tempatnya berdoa dan segera menuju laptopnya. Dia tidak
ingin teralu larut untuk meneruskan revisi proposalnya. Musik relax terapi dari
Leo Rojas mengiringi Runi mengerjakan revisi proposalnya. “Alhamdulillah,”gumamnya
seraya beranjak dari
tempat duduknya dan mulai menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri,
membungkuk dan berdiri beberapa kali untuk menghilangkan rasa capeknya. Matanya
melirik jam di Hp
nya sudah menunjukkan pukul 23.30, matanya mulai berat dan semakin berat. Dia
simpan seluruh filenya dan mematikan laptopnya, menuju ketempat tidurnya untuk
merilexkan persendian-persendian tubuhnya dan terutama kepalanya yang mulai
memanas. Dengan senyum lega dan berdoa sebelum tidur, akhirnya Runi
benar-benar terlelap tidur.
Alarm
berdering sayup-sayup dari kamar putra keduanya. Runi masih enggan untuk
bangun. Dia melirik jam di Hpnya menujukkan pukul 04.00. “Oh,.alarmku belum aku
setting semalam.” desisnya. Matanya masih lengket,..dengan memicingkan mata
kirinya dia berusaha menyetel alarmnya menjadi jam 04.30 agar dia bisa
melanjutkan tidurnya, melanjutkan mimpinya bersama putra pertamanya. Ketika hendak tidur lagi suaminya
membangunkannya,”Maah..maah.. bangun,.nanti terlambat kerja dan sebentar lagi
sholat subuh.” Benar juga pikir Runi, sambil bangun pelan-pelan berjalan menuju
kamar mandi.
Serasa segar tubuhnya, selesai mandi. Selesai sholat
Subuh berjamaan dengan suami dan anaknya, Runi mengenakan baju seragamnya dan
berangkat kerja. Bus kantor sudah menunggu di ujung jalan, lumayan jauh. Agar
tidak terlambat Runi diantar putranya.
Bus melaju perlahan dan semakin kencang,. lagu-lagu group
bank kotak terdengar lagi, Runi berusaha tidak mengingat-ingat kenangangan 10
tahun itu tapi dia tak kuasa menghindarinya. Bus terus melaju, dan
Runi tertidur lagi. Runi sudah terbiasa naik bus kantor dan dalam perjalanan
satu jam kekantornya membuat Runi lebih mudah tidur dibandingkan di rumah. Runi
tiba-tiba terbangun karena penumpang yang terjaga tiba-tiba berteriak karena
bus hampir menabrak motor ibu-ibu yang ngerem mendadak. Ketika Runi menengok
kearah jendela, bus kantornya berhenti di depan areal pemakaman putranya. Runi
menyapa, “Mas,.mamah lewat ya, hari Minggu mamah akan berziarah y.” begitu
gumamnya. Runi berusaha untuk tidak menangis namun matanya tetap berkaca-kaca.
Hanya dapat mengirimkan Alfatehah untuk putra pertamanya. Kenangan sepuluh
tahun lalu masih tetap berbekas dibenaknya. Dan tak mungkin hilang. Bus melaju
semakin cepat meninggalkan areal pemakaman, meninggalkan permata hatinya yang
tidur tenang disana.
PROJECT NUBAR OMERA
Tenang di sana putraku.. Allah lbh sayang kmu..
ReplyDelete