Beberapa orang dilahirkan
dengan kepribadian pemberani dan suka tampil di depan umum, namun beberapa
orang tidak. Mereka cenderung pendiam dan lebih suka bersembunyi jika mendapat
kunjungan tamu penting. Mereka lebih suka sebagai pendengar dan pengamat.
Mereka sebenarnya orang-orang yang pandai dan analytical atau suka menganalisa.
Pribadi ini terbentuk ketika
mereka kecil di suatu lingkungan keluarga dengan banyak aturan dan budaya. Keluarga
keraton di Jawa memiliki aturan yang ketat dalam
mengungkapkan pendapat atau ide sebelum dipersilakan oleh yang lebih tua. Mereka
tidak berani berbicara secara vulgar karena mereka takut dianggap tidak sopan. Hal ini masih berlaku hingga sekarang.
Berbeda dengan keluarga di
luar lingkungan keraton, anak-anak masih dapat mengungkapkan pendapat mereka secara
terus terang kepada orang yang lebih tua atau kepada ayah ibu mereka. Namun
kembali kepada karakter yang dimiliki anak-anak yang tumbuh dalam suatu
keluarga. Tentunya masih ada anak-anak yang tidak memiliki rasa percaya diri. Mereka
butuh keluarga dan lingkungan untuk menumbuhkan rasa percaya diri.
Saya masih teringat ketika
saya kecil, banyak teman-teman saya bilang kalau saya adalah anak pemberani. Padahal ada rasa minder di dalam diri saya
karena saya bukan dari keluarga yang berada sedangkan teman-teman memiliki ayah
ibu dengan pekerjaan tetap. Seragam dan sepatu yang dikenakan tampak baru dan
bersih. Mereka juga dibawakan bekal makanan atau uang jajan oleh orang tua
mereka. Bahkan setiap hari ayah atau ibunya mengantar ke sekolahan. Rasanya bahagia
sekali. Itu pemikiran saya pada saat saya kecil.
Saya sebenarnya merindukan
momen-momen seperti itu namun saya hanya diantar ibu sekali ketika mulai
mendaftar sekolah TK, selebihnya saya berangkat di temani kakak saya yang duduk
di bangku SD. Kakak mengantar hingga di seberang jalan dan untungnya ada
petugas sekolah yang menyeberangkan anak-anak TK. Ketika pulang saya sering berjalan
bersama-sama teman-teman dan orang tua mereka yang searah dengan rumah saya. Namun
terkadang saya berjalan sendiri jika kakak belum selesai pelajaran.
Saya tidak dapat menyalahkan
ibu karena ibu bekerja dari pagi hingga menjelang magrib. Ibu berangkat bekerja
sebelum sholat Subuh karena tempat bekerja ibu lumayan jauh dan ibu harus
berjalan kaki. Sedangkan ayah berdinas di luar Jawa dan jarang pulang karena
tidak ada kesempatan pulang juga karena tidak ada biaya untuk pulang dengan
pesawat atau kapal laut.
Mungkin dengan kondisi tersebut
saya menjadi lebih mandiri juga kakak-kakak saya. Saya dapat menutupi rasa
minder saat itu dengan berfokus pada hobi yang saya miliki seperti berlari,
menyanyi dan menggambar. Ketika lomba lari saya mendapat juara dua walaupun
sempat jatuh karena saya tersandung batu. Sepatu satu-satunya yang saya punya
sobek dan berlubang. Saat itu sebenarnya saya merasa malu, namun saya berusaha
tidak begitu mengindahkan apa yang terjadi pada saya. Setiba di rumah saya hanya bilang kepada kakak
saya jika sepatu sobek. Kakak laki-laki saya menjahit sepatu saya dengan benang
yang senada dengan warna sepatu dan tampak kuat.
Kondisi sederhana menempa
saya untuk kuat dan memiliki percaya diri. Kondisi apapun harus bisa. Di
sekolah saya juga diikutkan lomba menggambar antar TK di kota saya. Saya hanya
menjadi juara ketiga dan mendapat hadiah buku gambar dan crayon. Saya sangat senang karena tidak perlu membeli buku gambar
dan pensil gambar. Apapun yang diperintahkan oleh guru, saya tidak pernah
menolak.
Hingga suatu hari saya diminta
untuk tampil ke depan untuk bernyanyi. Langsung saja saya menyanyi lagu dangdut
dewasa. Ibu guru di kelas tersenyum melihat tingkah saya namun ibu guru
memberiku semangat. Teman-teman juga bertepuk tangan. Setelah pelajaran usai
ibu guru menghampiri saya dan bertanya saya belajar bernyangi dari siapa.
Dengan polosnya saya menjawab, dari radio tetangga yang selalu memutar lagu
itu. Saya tidak begitu perduli dengan
makna lagu itu. Saya suka musiknya dan lantunan suara penyanyi yang begitu
merdu.
Ibu guru memberitahukan jika
lagu yang saya nyanyikan adalah lagu dewasa dan meminta saya bernyanyi lagu
anak-anak untuk seusia saya. Ibu guru memimjamkan buku lagu-lagu yang
dinyanyikan pada saat pelajaran kesenian. Saya sedikit malu tapi saya
memperhatikan nasihat ibu guru. Hari-hari berikutnya saya belajar menghafal
lagu-lagu dari buku.
Nah, peran guru dan kondisi
di rumah yang menempa saya memiliki rasa percaya diri. Saya tidak dapat
menyalahkan seseorang yang tidak memiliki rasa percaya diri mungkin karena dia dibesarkan
dalam lingkungan yang serba terkekang dan tidak ada yang mengarahkannya.
Namun rasa percaya diri itu
dapat dilatih jika mau berusaha. Yang terpenting harus berpikiran positif tentang
diri pribadi. Orang yang dapat menghargai diri sendiri akan mudah memiliki rasa
percaya diri. Selain memperbaiki
penampilan diri, seseorang harus memiliki kemampuan yang dapat membuatnya
memiliki nilai plus. Hal itu dapat
dilakukan dengan belajar baik formal maupun informal sehingga memiliki jaringan
yang luas, memiliki teman-teman yang bernilai. Dengan begitu tanpa disadari
rasa percaya diri akan semakin tumbuh.
Mulai sekarang perhatikan
dirimu, cari nilai positif yang kamu miliki yang membuatmu bangga, terima kelemahanmu
sebagai bagian dari ciri khasmu.
Nani
Jakarta, 5 Agustus 2022
No comments:
Post a Comment